TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Belanda, Sigrid Kaag memutuskan mundur dari jabatannya.
Sigrid Kaag resmi mengundurkan diri pada Kamis (16/9/2021).
Ia mundur setelah parlemen secara resmi mengutuk penanganannya terhadap krisis evakuasi Afghanistan.
Dikutip dari CNA, anggota parlemen menyetujui mosi yang mengkritik pemerintah karena gagal mengevakuasi beberapa warga Afghanistan.
Pengunduran diri Kaag terjadi sehari setelah Dominic Raab dari Inggris diturunkan dari posisinya sebagai menteri luar negeri karena cara dia menangani situasi di Afghanistan.
Baca juga: Wakil PM Afghanistan Mullah Abdul Ghani Baradar Muncul dalam Video untuk Bantah Kabar Kematiannya
Baca juga: Nasib Diplomat Afghanistan di Luar Negeri: Berharap Dapat Suaka Hingga Siap Jadi Pengungsi
"DPR menganggap bahwa pemerintah telah bertindak tidak bertanggung jawab," kata Kaag dalam sebuah pernyataan kepada parlemen.
"Dan meskipun saya mendukung komitmen kami, saya hanya dapat menerima konsekuensi dari penilaian ini sebagai menteri dengan tanggung jawab tertinggi," tambahnya.
Kaag mengatakan dirinya harus mundur jika kebijakan tidak disetujui.
"Dalam pandangan saya tentang demokrasi dan budaya pemerintahan kita, seorang menteri harus pergi jika kebijakan itu tidak disetujui. Oleh karena itu, saya akan menyerahkan pengunduran diri saya sebagai menteri luar negeri kepada Yang Mulia Raja," ucap Kaag.
Kaag mengatakan dia akan tetap sebagai pemimpin partai kiri-tengah D66.
Partai tersebut sedang dalam pembicaraan koalisi dengan Perdana Menteri Mark Rutte setelah memenangkan kursi terbanyak kedua dalam pemilihan pada bulan Maret.
Rutte mengatakan pengunduran diri Kaag merupakan kerugian besar bagi kabinet.
Anggota parlemen Belanda dari seluruh spektrum politik berbaris untuk mengkritik pemerintah selama debat parlemen di Afghanistan pada Selasa (13/9/2021).
"Bagaimana mungkin masih ada puluhan juru bahasa pembela di Kabul?" kata Jeroen van Wijngaarden, seorang anggota parlemen dari partai VVD Perdana Menteri Rutte.
Para menteri dituduh apatis dan terperosok dalam kelambatan dan ketidakjelasan selama krisis evakuasi.
Kekacauan itu dipicu oleh laporan di media lokal bahwa duta besar Belanda telah memohon kepada pemerintah sejak Maret 2020 untuk melakukan persiapan, tetapi para menteri hanya memutuskan dua hari sebelum jatuhnya Kabul.
Baca juga: Taliban Kritik AS karena Setop Bantuan Afghanistan: Alih-alih Berterima Kasih, Aset Kami Dibekukan
Baca juga: Taliban Sita Uang Tunai Rp176 Miliar dan Emas Milik Mantan Pejabat Afghanistan
Bencana itu telah membangkitkan kenangan pahit di Belanda tentang kegagalan kebijakan luar negeri lainnya, ketika pasukan penjaga perdamaian Belanda gagal mencegah pembantaian Srebrenica 1995 selama Perang Bosnia.
Penyiar Belanda NOS mengatakan akan sangat sulit bagi Kaag untuk tetap bertahan, mengingat bahwa setelah pemilihan dia telah membuat seruan kuat untuk perubahan politik.
Kaag sendiri telah meminta Rutte untuk mengundurkan diri pada bulan April setelah dia juga dikutuk oleh parlemen atas klaim dia berbohong tentang pembicaraan koalisi.
Tetapi Rutte memutuskan untuk tetap bertahan.
(Tribunnews.com/Yurika)