News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

TKI Dituntut Ganti Rugi Majikan Malaysia Setelah 12 Tahun Gaji Tidak Dibayar, Dubes RI Geram

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sri Bawon (SB), seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) asal Malang yang tidak dibayar gajinya selama 12 tahun malah dituntut ganti rugi RM 500.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lagi-lagi kisah miris menimpa Pekerja Migran Indonesia (PMI) saat bekerja di Malaysia.

Selama 12 tahun gaji tidak pernah dibayar majikan yang merupakan warga Malaysia, Sri Bawon (SB) malah dituntut membayar ganti rugi sebesar RM 500 karena melarikan diri dari majikan.

Sri Bawon diketahui sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) asal Malang yang sudah bekerja dengan majikan yang menuntutnya sejak tahun 2009.

Kasus ini diungkapkan KBRI Kuala Lumpur melalui keterangan pers pada hari Jumat (29/10/2021).

Dubes RI untuk Malaysia Hermono, menunjukkan kegeramannya mengetahui ada PMI yang dituntut RM 500 karena meminta perlindungan ke KBRI, sementara majikan tidak membayar gaji SB selama 12 tahun.

“Ini di luar nalar manusia beradab,” tegas Hermono.

“SB melarikan diri dari  karena haknya sebagai PRT tidak dipenuhi oleh majikan selama bertahun-tahun,” tambah Hermono.

Baca juga: 3.712 Orang Masuk Lewat Pelabuhan Batam Center dari Malaysia, Didominasi Para PMI

Menurut pengakuannya, SB yang saat ini berusia 43 tahun, mulai bekerja di Malaysia sejak tahun 2009 pada seorang majikan warga Malaysia dan tidak pernah pindah majikan.

Majikan SB bukanlah orang sembarangan karena menyandang gelar terhormat.

Selama 12 tahun bekerja, ia hanya satu kali mengirim uang sebanyak RM 300. Pada awal bekerja, majikan SB menjanjikan gaji per bulan RM 500.

Namun setiap kali SB meminta gajinya selalu ditolak dengan alasan takut hilang.

Bukan hanya gajinya tidak dibayar, ia pun dilarang berkomunikasi dengan keluarganya.

Pernah satu kali ia berkomunikasi dengan keluarganya di Malang dengan meminjam telepon genggam milik rekan PMI yang berkerja pada majikan yang sama dan langsung dimarahi karena ketahuan oleh majikannya.

SB dan seorang PMI yang bekerja pada majikan yang sama, melarikan diri dari rumah majikan untuk meminta perlindungan kepada KBRI pada Februari 2021.

Karena ia melarikan diri tanpa memberitahukan kepada majikannya, SB dituntut membayar ganti rugi oleh anak majikan sebesar RM 500.

Hermono mengungkapkan, pihaknya di KBRI Kuala Lumpur telah mencoba melakukan mediasi dengan majikan, namun pihak majikan tidak kooperatif.

Pihak majikan meminta kasus ini diselesaikan melalui pejabat tenaga kerja.

Namun, KBRI menolak opsi ini karena akan merugikan SB.

Sesuai UU Kadaluarsa Malaysia (Akta Had Masa 1953), pembayaran tuntutan ganti rugi tidak boleh melebihi masa 6 tahun.

Artinya kalau diselesaikan melalui Dinas Ketenagakerjaan Malaysia, SB hanya akan mendapatkan hak gajinya maksimal 6 tahun masa kerja, sementara sisanya tidak dapat dibayarkan.

Oleh karena itu, KBRI memilih penyelesaian melalui Peradilan Perdata dan telah menyewa pengacara untuk memperjuangkan hak-hak SB.

Hermono menyampaikan bahwa dalam kurun waktu satu tahun sejak menjabat sebagai Duta Besar di Kuala Lumpur, banyak menjumpai kasus pelanggaran terhadap hak-hak PMI, khususnya yang bekerja sebagai PRT.

Selain kasus gaji tidak dibayar bertahun-tahun, larangan berkomunikasi dan kekerasan fisik adalah kasus yang paling banyak dialami oleh PMI yang bekerja di sektor rumah tangga.

Selama tahun 2021 saja, KBRI Kuala Lumpur telah berhasil memperjuangkan gaji PMI sejumlah RM1.379.993 dan Rp. 64.000.000 atau sekitar Rp. 4,75 milyar.

Dubes Hermono, yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Perwakilan RI di Kuala Lumpur, mengharapkan MoU tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Sektor Domestik yang sedang dalam negosiasi antara Indonesia dan Malaysia sejak 2016, dapat segera diselesaikan.

“Kita meminta adanya jaminan perlindungan dan mekanisme penyelesaian kasus yang efektif terhadap pelanggaran seperti ini. Tanpa adanya jaminan perlindungan yang memadai, pengiriman PMI sektor domestik ke Malaysia, saya kira perlu dikaji ulang,” tutup Hermono.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini