TRIBUNNEWS.COM - Inggris akan mengirim 20 juta dosis vaksin Covid-19 ke negara-negara berkembang pada akhir tahun ini.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, mengatakan bahwa langkah ini sangat dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi.
Dikutip dari CNA, para pemimpin dari 20 negara terkaya di dunia berkumpul di Roma pada pertemuan yang diharapkan Johnson akan membuat komitmen kuat untuk mengurangi emisi sebelum pembicaraan iklim di Glasgow pada KTT COP26 PBB.
Namun, dia juga perlu mendapat dukungan dari negara-negara berkembang, beberapa di antaranya sudah mengalami dampak buruk dari pemanasan global dan telah berjuang untuk memvaksinasi populasi mereka terhadap Covid-19.
Baca juga: Pakai Vaksin Pfizer dan BioNTech, Malaysia Bersiap Vaksinasi Anak Usia 5 Sampai 11 Tahun
Baca juga: Pemerintah Minta Anggota Keluarga Proaktif Berikan Informasi Vaksin Covid-19 Pada Lansia
Pada pertemuan para pemimpin tujuh ekonomi maju terbesar awal tahun ini, Inggris menjanjikan setidaknya 100 juta dosis sebagai bagian dari tujuan G7 untuk 1 miliar dosis.
Itu menjadi sebuah skema yang menurut para kritikus terlalu lambat dan tidak ambisius.
Inggris mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya telah mengirimkan 10 juta dosis vaksin Oxford-AstraZeneca ke fasilitas berbagi vaksin COVAX.
Sementara itu, 10 juta dosis lagi akan dikirimkan dalam beberapa minggu mendatang, sehingga total menjadi 30,6 juta pada tahun 2021.
Pada tahun 2022, Inggris akan menyumbangkan setidaknya 20 juta lebih dosis Oxford-AstraZeneca dan juga menyumbangkan semua 20 juta dosis Janssen yang dipesan oleh pemerintah ke fasilitas COVAX, yang didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia dan aliansi vaksin GAVI.
"Seperti raksasa yang terbangun, ekonomi dunia bergerak kembali. Tetapi laju pemulihan akan tergantung pada seberapa cepat kita dapat mengatasi Covid," kata Johnson.
"Prioritas pertama kami sebagai G20 harus terus maju dengan distribusi vaksin yang cepat, merata, dan global," imbuhnya.
Vaksinasi massal terhadap virus corona dipandang penting untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi, perdagangan, dan perjalanan.
Sementara itu, negara-negara Barat berlomba di depan negara-negara berkembang, yang banyak di antaranya memiliki tingkat inokulasi terendah dan kasus yang meningkat.
Baca juga: CDC Kategorikan Indonesia Zona Hijau Covid-19, Airlangga Terus Dorong Vaksinasi
Baca juga: Studi: Varian A.30 Mampu Hindari Antibodi yang Diinduksi Vaksin Pfizer dan AstraZeneca
Seratus mantan pemimpin dan menteri pemerintah dari seluruh dunia telah meminta Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, yang menjadi tuan rumah pertemuan G20, untuk mengatasi apa yang mereka katakan sebagai distribusi vaksin yang tidak adil.
Mereka mengatakan Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris dan Kanada akan menimbun 240 juta vaksin yang tidak digunakan pada akhir bulan, yang dapat segera diangkut oleh militer negara-negara ini ke negara-negara yang lebih membutuhkan.
Pada akhir Februari, total 1,1 miliar vaksin surplus dapat dikirim.
(Tribunnews.com/Yurika)