TRIBUNNEWS.COM - Para peneliti Afrika Selatan mengatakan pada Selasa (28/12/2021) bahwa sebuah studi baru menemukan bahwa orang yang terinfeksi virus Corona varian Omicron mungkin mempunyai kekebalan lebih tinggi dalam melawan varian Delta yang sangat parah.
Lembaga Penelitian Kesehatan Afrika di Durban mengatakan penelitian kecilnya melibatkan 33 orang yang divaksinasi dan tidak divaksinasi.
Studi ini menemukan bahwa orang yang terinfeksi varian Omicron ternyata kekebalan mereka terhadap Delta meningkat 4,4 kali lipat.
Para peneliti mengatakan bahwa perlindungan semakin meningkat bagi mereka yang divaksinasi.
"Hasil ini konsisten dengan Omicron menggantikan varian Delta karena dapat memperoleh kekebalan, yang menetralkan infeksi ulang Delta dengan varian Delta yang lebih kecil," kata para peneliti dalam penelitian tersebut.
Baca juga: Studi CDC Menunjukkan Masa Inkubasi Varian Omicron Hanya 3 Hari
Baca juga: Ilmuwan Inggris Peringatkan Varian Omicron Tidak Sama Seperti Covid-19 di Awal Pandemi
"Sebaliknya, Omicron lolos dari kekebalan penetralisir yang ditimbulkan oleh Delta dan oleh karena itu dapat menginfeksi kembali individu yang terinfeksi Delta,” katanya.
Penelitian menunjukkan peningkatan 14 kali lipat dalam kemampuan antibodi Omicron untuk memblokir infeksi ulang.
Dilansir dari VOANews, penelitian ini belum ditinjau oleh rekan sejawat, namun sudah diajukan ke jurnal kesehatan MedRxiv.
Kemampuan varian Omicron untuk memperlambat Delta, dapat memiliki efek mendalam pada bagaimana para peneliti menangani keduanya.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), Omicron saat ini mewakili 58 persen kasus Covid-19 di Amerika Serikat.
Baca juga: CDC AS: Angka Kasus Infeksi Omicron di AS Terlalu Berlebihan
Baca juga: Epidemiolog: Masuk Kategori Variant of Concern, Omicron Termasuk Bahaya
Sementara Delta, yang pernah menjadi varian dominan di negara itu, mewakili 41 persen minggu lalu.
Risiko Sangat Tinggi
Meski demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Rabu (29/12/2021) mengatakan, risiko yang ditimbulkan oleh varian Omicron masih sangat tinggi.
Menurut WHO, jumlah kasus Covid-19 melonjak 11 persen secara global pekan lalu.
Dilansir dari Channel News Asia, WHO mengatakan, Omicron berada di belakang lonjakan virus yang cepat di beberapa negara, termasuk di mana ia telah melampaui varian Delta yang sebelumnya dominan.
Baca juga: Kasus Covid-19 Naik 11 Persen Secara Global, WHO: Omicron Ada di Balik Lonjakan Kasus Infeksi
Baca juga: Penyebaran Omicron Membayangi Perayaan Tahun Baru di Eropa
"Risiko keseluruhan terkait varian baru yang menjadi perhatian Omicron tetap sangat tinggi," kata WHO.
"Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa varian Omicron memiliki keunggulan pertumbuhan dibandingkan varian Delta dengan waktu penggandaan dua hingga tiga hari dan peningkatan pesat dalam kejadian kasus terlihat di sejumlah negara, termasuk Inggris dan Amerika Serikat, di mana itu telah menjadi varian yang dominan,” sebutnya.
"Tingkat pertumbuhan yang cepat kemungkinan merupakan kombinasi dari kemampuan menghindari kekebalan dan peningkatan transmisibilitas varian Omicron secara intrinsic," sebut WHO.
Namun, WHO menyoroti penurunan 29 persen dalam insiden kasus yang diamati di Afrika Selatan - negara yang pertama kali melaporkan varian tersebut ke WHO pada 24 November.
Data awal dari Inggris, Afrika Selatan dan Denmark yang saat ini memiliki tingkat infeksi tertinggi di dunia per orang, kata WHO, menunjukkan ada pengurangan risiko rawat inap untuk Omicron dibandingkan dengan Delta.
Baca juga: CDC AS Pangkas Waktu Isolasi Pasien Covid-19 Tanpa Gejala Jadi 5 Hari
Baca juga: CDC: Pandemi Berlanjut, AS Amati Lebih Banyak Kematian Akibat Covid-19 Tahun 2021 Ini
Namun, data lebih lanjut diperlukan untuk memahami keparahan Omicron dalam hal penanda klinis, termasuk penggunaan oksigen, ventilasi mekanis, dan kematian.
Lebih banyak data juga diperlukan tentang bagaimana tingkat keparahan dapat dipengaruhi oleh infeksi atau vaksinasi Covid-19 sebelumnya.
“Diharapkan juga kortikosteroid dan penghambat reseptor interleukin 6 akan tetap efektif dalam pengelolaan pasien dengan penyakit parah,” kata WHO.
"Namun, data awal menunjukkan bahwa antibodi monoklonal mungkin kurang mampu menetralkan varian Omicron,” tambahnya. (Tribunnews.com/UPI/CNA/Hasanah Samhudi)