TRIBUNNEWS.COM - Mantan presiden Afghanistan Ashraf Ghani membela diri atas keputusannya melarikan diri dari negara itu ketika Taliban semakin menguasai Afghanistan Agustus lalu.
Ashraf Ghani menekankan bahwa ia melakukannya untuk mencegah kehancuran Kabul.
Ashraf Ghani mengungkapkan detik-detik sebelum ia melarikan diri itu dalam wawancaranya pada program Today di Radio BBC 4.
Menurutnya, saat ia bangun dari tidur pada Minggu (15/8/2021), ia tidak memiliki firasat bahwa itu hari terakhirnya di Afghanistan.
Baru ketika pesawat meninggalkan Kabul, katanya, dia menyadari bahwa dia akan pergi.
Baca juga: Akun Facebooknya Diretas, Presiden Afghanistan Terguling Ashraf Ghani Bantah Dukung Taliban
Baca juga: Amerika Serikat Selidiki Laporan Ashraf Ghani Bawa Jutaan Dolar Saat Kabur dari Kabul
Ghani mengungkapkan hal ini kepada Jenderal Sir Nick Carter, mantan Kepala Staf Pertahanan Inggris, yang menjadi editor tamu pada program Today pada hari Kamis (30/12/2021).
Seingat Ghani, saat hari itu dimulai, pejuang Taliban sudah setuju untuk tidak memasuki Kabul. “Tapi dua jam kemudian, kenyataannya lain lagi,” kata Ghani.
"Dua faksi Taliban yang berbeda mendekat dari dua arah yang berbeda," jelas Ghani.
"Dan kemungkinan konflik besar-besaran di antara mereka yang akan menghancurkan kota berpenduduk lima juta dan membawa malapetaka bagi orang-orang sangat besar,” katanya.
Ghani setuju untuk membiarkan penasihat keamanan nasional dan istrinya meninggalkan Kabul.
Baca juga: Hamid Karzai Mengaku “Mengundang” Taliban Memasuki Kabul Untuk Mencegah Kekacauan
Baca juga: Taliban Mulai Memasuki Ibu Kota Afghanistan, Sebut Tidak akan Ambil Kabul dengan Paksa
Sementara ia menunggu mobil yang akan membawanya ke kementerian pertahanan.
Mobil itu tidak pernah datang.
Sebaliknya, kepala keamanan presiden yang ketakutan datang kepadanya dan mengatakan bahwa jika Ghani melawan, "mereka semua akan dibunuh".
"Dia tidak memberi saya waktu lebih dari dua menit," kata Ghani.
"Saya menginstruksikan agar mempersiapkan keberangkatan ke (kota) Khost. Dia mengatakan kepada saya bahwa Khost telah jatuh dan begitu pula Jalalabad,” ujarnya.
Baca juga: AS Kecam Taliban atas Pembunuhan Mantan Pasukan Keamanan Afghanistan
Baca juga: Presiden Ashraf Ghani Minta Maaf pada Warga Afghanistan, Sebut Melarikan Diri demi Perdamaian
"Saya tidak tahu ke mana kami akan pergi. Hanya ketika kami lepas landas, menjadi jelas bahwa kami akan meninggalkan (Afghanistan). Jadi ini benar-benar mendadak," kata Ghani.
Setelah kepergiannya, Ghani dikecam habis-habisan di Afghanistan termasuk oleh wakil presidennya Amrullah Saleh, yang menyebutnya "memalukan".
Selain itu, muncul juga tuduhan bahwa ia melarikan sejumlah besar uang.
Ghani membantah keras tuduhan ini, dan ia bersedia dilakukan penyelidikan internasional, yang menurutnya bisa membersihkan namanya.
"Saya ingin dengan tegas menyatakan, saya tidak membawa uang ke luar negeri," katanya.
Baca juga: Taliban Salahkan Ashraf Ghani yang Tinggalkan Afghanistan, Dianggap Jadi Penyebab Kekacauan Negara
Baca juga: AS Tak Lagi Anggap Ashraf Ghani Tokoh Afghanistan, Abaikan Janji Ghani Kembali ke Negaranya
“Gaya hidup saya diketahui semua orang. Apa yang akan saya lakukan dengan uang?" ujarnya.
Ghani mengakui bahwa kesalahan telah dibuat, termasuk "berasumsi bahwa masyarakat internasional sudah habis kesabaran.”
Namun, dia menyinggung kesepakatan antara Taliban dan AS di bawah Presiden Donald Trump saat itu, yang membuka jalan bagi peristiwa yang mengarah ke 15 Agustus.
“Alih-alih proses perdamaian, kami menghadapi proses penarikan (mundur pasukan sekutu),” ujar Ghani.
“Proses pencapaian kesepakatan itu telah meniadakan kami,” tambahnya.
Baca juga: Bantah Kabur, Ashraf Ghani Bersumpah Akan Kembali Ke Afghanistan Tegakkan Keadilan Bagi Warganya
Baca juga: UEA Konfirmasi Keberadaan Ashraf Ghani, Soal Kabur dan Bawa Uang Tunai 169 Juta Dolar AS
Berdasarkan kesepakatan itu, Amerika Serikat setuju untuk mengurangi pasukannya dan pasukan sekutunya, serta menyediakan pertukaran tahanan, setelah itu Taliban setuju untuk berbicara dengan pemerintah Afghanistan.
Menurutnya, pembicaraan tidak berhasil.
Pada musim panas 2021, saat Presiden AS Joe Biden berjanji untuk menarik pasukan terakhir pada 11 September, Taliban menguasai Afghanistan, kota demi kota.
Apa yang terjadi pada akhirnya, kata Ghani, adalah "kudeta dengan kekerasan, bukan kesepakatan politik, atau proses politik di mana orang-orang terlibat".
Pada hari yang sama ketika Ghani meninggalkan Kabul, Taliban mengambil alih kendali.
Baca juga: Taliban Sudah Menguasai Kabul, Ashraf Ghani Tinggalkan Afghanistan, Ingin Cegah Pertumpahan Darah
Baca juga: Situasi Keamanan di Afghanistan Memburuk, Ashraf Ghani Salahkan AS karena Buru-buru Tarik Pasukan
Sejak itu, negara itu telah terjerumus ke dalam krisis kemanusiaan dan ekonomi, yang diperparah dengan pencabutan dukungan internasional setelah kelompok itu merebut kekuasaan.
Tiga bulan kemudian, Ghani mengatakan dia bersedia disalahkan atas beberapa hal yang menyebabkan jatuhnya Kabul, seperti mempercayai "kemitraan internasional kami".
Namun, dia menambahkan: "Pekerjaan hidup saya telah dihancurkan. Nilai-nilai saya telah diinjak-injak. Dan saya telah dijadikan kambing hitam." (Tribunnews.com/BBC/Hasanah Samhudi)