Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Indonesia-Jepang tanggal 9 Februari mendatang akan mengadakan webinar Cybersecurity termasuk membicarakan kurangnya tenaga Indonesia di bidang Informasi Teknologi (TI) saat ini.
"Rasio sumber daya manusia TI di Jepang yang bekerja di perusahaan terkait TI sangat tinggi, dibandingkan dengan Eropa dan Amerika. Menurut buku putih IPA (Information-technology Promotion Agency) Jepang tahun 2017, jumlah tenaga TI di Jepang 72% dari seluruh tenaga kerja, dengan jumlah sekitar 750 ribu orang. Rasio ini lebih tinggi daripada Amerika 34%, Kanada 44%, Inggris 46%, Jerman 39% dan Perancis 47%," ungkap Prof. Dr. Bambang Rudyanto, M.Sc, Kepala Humas Zoom ICT panitia webinar tersebut kepada Tribunnews.com Kamis (3/2/2021).
Di luar negeri, seperti Amerika Serikat, gaji tinggi ditawarkan untuk pekerja dalam bidang TI, khususnya tentang AI, Data Science dan Cyber Security.
Menanggapi tren ini, Jepang juga mulai menawarkan gaji lebih tinggi dari biasanya, terutama saat merekrut lulusan baru dan pekerja yang ingin pindah perusahaan.
"Misalnya NEC menawarkan gaji tahunan 10 juta yen atau lebih kepada lulusan baru yang menulis thesis/desertasinya dengan capaian Internasional. Fujitsu menawarkan gaji per tahun lebih dari 10 juta yen dalam bidang keamanan siber/Cyber Security, dan sebagainya," tekannya lagi.
Tetapi dilihat dari rasio penelitian/litbang terhadap penjualan, rata-rata industri Industri TI di Jepang hanya berinvestasi 2,32%, jauh lebih rendah dari GAFA di Amerika dengan rasio lebih yang dari 10%. Untuk itu Jepang ingin menerapkan standar TInya ke seluruh dunia, terutama negara-negara Asia, tambahnya.
ITPEC (Information Technology Professionals Examination Council) adalah Dewan Ujian Profesional Teknologi Informasi di Jepang untuk negara-negara Asia, untuk mengkoordinir ujian standar TI di negara-negara anggotanya, bekerjasama dengan IPA, Jepang. Sayang sekal Indonesia belum menjadi anggota ITPEC, dimana saat ini 6 negara; Filipina, Thailand, Vietnam, Myanmar, Mongolia, dan Bangladesh sudah menjadi anggotanya.
"Tujuan utama dari ujian ini adalah untuk mengevaluasi sumber daya manusia TI Asia dengan kriteria yang sama seperti di Jepang. Ujian ini dirancang dirancang berdasarkan “Johoshori Gijutsusha Siken/ ITEE(Information Technology Engineers Examination)”, yang merupakan ujian nasional di Jepang di bidang TI. Ujian ini digunakan oleh banyak perusahaan di Jepang sebagai indeks evaluasi untuk sumber daya manusia di industri TI Jepang."
Ujian ITPEC, menurut Bambang, dilakukan dalam bahasa Inggris. Mereka yang lulus S1 ke atas dan tidak memiliki kecakapan bahasa Jepang bisa ikut, dan apabila lulus, maka akan ada banyak perusahaan Jepang yang mencari mereka yang mempunyai sertifikat ini.
"Saat ini pemerintah Jepang juga ingin membantu pembangunan infrastruktur TI di negara-negara ASEAN. Salah satunya adalah transfer teknologi Cyber Security untuk negara ASEAN. Tujuan akhirnya adalah untuk mencapai Society 5.0 dengan memanfaatkan teknologi digital. Dengan adanya transformasi digital diharapkan akan terjalin kerjasama startup antara Jepang dan ASEAN. Iklim bisnis investasi di bidang TI ini akan tercapai apabila Cyber Security/keamanan siber terjamin."
Untuk mengikuti “Cybersecurity Webinar 2022 Indonesia-Japan” tanggal 9 Februari 2022 jam 13:00~15:00, dengan registrasi di:
https://zoom.us/webinar/register/WN_hYtILP90THCkj-rnQr4lTg
Gratis, tempat terbatas.
Dirangkum dari beberapa referensi dalam Bahasa Jepang:
https://www.meti.go.jp/shingikai/mono_info_service/digital_jinzai/pdf/001_s01_00.pdf
https://itpec.org/jp/advantage/advantage-for-company.html
Diskusi mengenai teknologi juga dilakukan kalangan pecinta Jepang dapat ikut serta dengan mengirimkan email ke: info@tribun.in