TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO – Perundingan perjanjian perdagangan yakni Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia dan Sri Lanka dimulai lewat pertemuan Duta Besar RI untuk Sri Lanka, Dewi Gustina Tobing dan Menteri Perdagangan Sri Lanka, Bandula Gunawardane pada Jumat (11/2/2022) lalu.
Perundingan PTA dinilai akan membuka jalan bagi banyak manfaat untuk peningkatan hubungan kerja sama ekonomi dan perdagangan kedua negara.
Dubes Dewi Tobing dalam keterangannya Senin (14/2/2022), mengungkapkan harapan nantinya semakin banyak produk-produk Indonesia yang dapat masuk ke pasar Sri Lanka dengan adanya PTA.
“Hal ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik Sri Lanka, namun juga memaksimalkan potensi Sri Lanka sebagai hub perdagangan serta sebagai bagian dari perjanjian perdagangan bebas di kawasan Asia," jelas Dubes Dewi Tobing.
Baca juga: Misteri Kapal dan Mayat yang Terdampar di Pulo Aceh Terungkap, Ternyata Nelayan Srilangka
Secara khusus Dubes RI meminta akses yang lebih terbuka bagi produk kelapa sawit ke Sri Lanka dan sebagaimana halnya Sri Lanka yang memberi perhatian kepada lingkungan berkelanjutan.
Dubes RI menekankan bahwa pertanian dan perkebunan Indonesia menerapkan standar ramah lingkungan dan memberlakukan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk produk kelapa sawit.
Mendag Bandula menyambut hal tersebut dengan menyatakan keinginan untuk mengimpor kelapa sawit dari Indonesia dengan skema kredit.
Dubes RI menyatakan akan menindaklanjuti hal tersebut dengan pihak-pihak terkait di Indonesia termasuk dengan EXIM Bank.
Pola skema kredit juga akan dijajagi untuk produk-produk lainnya.
Terkait dengan kebijakan Sri Lanka yang membatasi dan melarang impor produk non-esensial ke Sri Lanka, Dubes RI mendorong Pemerintah Sri Lanka untuk mempertimbangkan mengangkat kebijakan tersebut sehingga tidak menghambat arus perdagangan antara kedua negara.
Baca juga: Dukung Presidensi Indonesia, Polda Metro Siagakan 547 Personel Gabungan Amankan G20 Finance Meeting
Menteri Bandula menyampaikan bahwa pelarangan dan pembatasan impor tersebut hanya diterapkan untuk sementara waktu dan diharapkan dapat diangkat dalam waktu segera.
Keduanya juga membahas upaya peningkatan perdagangan yang dapat diperkuat melalui skema joint venture dan investasi.
Di tahun 2021, nilai ekspor Indonesia mengalami kenaikan sebesar 42,83% dibandingkan tahun 2020.
Indonesia berpeluang untuk meningkatkan ekspor ke Sri Lanka untuk consumer goods maupun untuk industrinya.
Saat ini produk-produk intermediate, setengah jadi dan hampir jadi mempunyai peluang yang besar untuk memenuhi kebutuhan industri Sri Lanka.
“Saya sudah bicara dengan beberapa pengusaha di Sri Lanka dan sedang kita jajagi produk-produk yang dibutuhkan oleh Sri Lanka," pungkas Dubes Dewi.