TRIBUNNEWS.COM - Lebih dari 70 prajurit militer Ukraina tewas dalam serangan Rusia ke sebuah pangkalan militer di Kota Okhtyrka.
Dilaporkan Reuters, militer Rusia melakukan penyerangan tersebut pada Minggu (27/2/2022) lalu, jelas gubernur regional Dmytro Zhyvytskyy di Facebook.
Okhtyrka merupakan kota yang berada di antara Kharkiv dan Ibu Kota Ukraina Kyiv.
Dmytro Zhyvytskyy, lapor AP News, memposting sejumlah foto yang menunjukkan puing-puing bangunan berlantai empat dan tim penyelamat.
Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina Bisa Picu Masalah Ekonomi hingga Krisis Minyak Bagi Negara Lain dan Indonesia
Baca juga: Salahkan Ukraina, Rusia Membela Diri dalam Pertemuan Darurat PBB
Dalam postingan Facebook tersebut, ia mengatakan banyak tentara Rusia dan beberapa penduduk setempat yang juga tewas.
Laporan ini belum dapat dikonfirmasi.
Sementara itu, menurut laporan terakhir Kementerian Kesehatan Ukraina, ada 352 warga sipil yang tewas dalam penyerangan Rusia.
Sebanyak 14 diantaranya adalah anak-anak.
PBB mencatat, lebih dari 520.000 orang telah meninggalkan Ukraina sejak invasi dimulai.
Rusia Dituding Gunakan Bom Vakum
Kelompok HAM dan Dubes Ukraina untuk AS Oksana Markarova pada Senin (28/2/2022) menuduh Rusia menyerang dengan bom tandan dan bom vakum.
Dilansir Reuters, kedua senjata ini telah dikutuk oleh berbagai organisasi internasional.
Amnesty International dan Human Rights Watch juga mengatakan bahwa pasukan Putin diduga menggunakan munisi tandan yang dilarang.
Bicara kepada pers setelah bertemu anggota Kongres AS, Markarova mengatakan Rusia menggunakan senjata termobarik, yang dikenal sebagai bom vakum, dalam invasi ke negaranya.
"Mereka menggunakan bom vakum hari ini," kata Markarova setelah pertemuan dengan anggota parlemen.
"Kehancuran yang coba ditimbulkan oleh Rusia di Ukraina sangat besar," tambahnya.
Bom vakum atau senjata termobarik mampu menghisap oksigen dari udara sekitarnya untuk menghasilkan ledakan suhu tinggi.
Bom ini mampu menghasilkan gelombang ledakan dengan durasi yang jauh lebih lama daripada ledakan konvensional dan mampu menguapkan tubuh manusia.
Belum ada konfirmasi resmi bahwa senjata termobarik telah digunakan dalam konflik di Ukraina.
Namun CNN melaporkan, bahwa salah satu timnya melihat peluncur roket ganda termobarik Rusia di dekat perbatasan Ukraina pada Sabtu lalu.
Sekretaris Pers Gedung Putih, Jen Psaki mengetahui laporan tersebut namun belum bisa memastikan kebenarannya.
"Jika itu benar, itu berpotensi menjadi kejahatan perang," katanya pada konferensi pers.
Baca juga: Gedung Putih Tolak Larangan Terbang untuk Moskow, Bisa Timbulkan Perang Langsung AS dan Rusia
Baca juga: 520 Ribu Lebih Pengungsi Meninggalkan Ukraina Sejak Rusia Kobarkan Perang
Markarova mengatakan, Ukraina bekerja sama dengan Biden dan Kongres untuk mendapatkan lebih banyak senjata dan sanksi untuk Rusia.
"Mereka harus membayar, mereka harus membayar harga yang mahal," katanya kepada wartawan setelah meninggalkan pertemuan.
Amnesty International mengatakan, hukum humaniter internasional melarang penggunaan senjata yang tidak pandang bulu seperti munisi tandan.
Meluncurkan serangan tanpa pandang bulu yang membunuh atau melukai warga sipil merupakan kejahatan perang.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)