News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflk Rusia Vs Ukraina

Rumah Sakit Kanker Anak Ukraina di Tengah Invasi Rusia: Kami Tidak Tahu Bagaimana Bertahan Hidup

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga lokal Chernihiv bersembunyi di ruang bawah tanah Rumah Sakit Pusat Chernihiv setelah peringatan serangan udara Rusia.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, KYIV – Di bangsal bawah tanah rumah sakit anak-anak Chernihiv, pasien berjuang melawan kanker di tengah kota mereka dikelilingi pasukan Rusia.

Tak hanya itu, mereka pun harus bertahan melawan sakit karena persedian morfin sebagai obat penghilang rasa sakit dan makanan sudah habis.

"Kami tidak tahu berapa banyak waktu yang kami miliki," kata Serhiy Zosimenko, seorang relawan yang membantu 11 pasien, dokter, dan orang tua, seperti dilansir Guardian, Rabu (2/3/2022).

"Kami sebenarnya tidak tahu bagaimana untuk bertahan hidup di sini, ini tidak mungkin. Kami tidak memiliki sumber daya lagi," lanjut dia.

Rumah sakit di Polandia dan Slovakia setuju untuk melanjutkan perawatan, membebaskan biaya apa pun, tetapi untuk saat ini anak-anak berusia antara dua hingga 15 tahun tidak dapat sampai di sana, karena kota telah dikepung militer Rusia.

Satu-satunya jalan keluar adalah menggunakan helikopter.

Baca juga: UPDATE Ukraina Sangkal Pasukan Rusia Kuasai Kherson, Kota Strategis Hubungkan Semenanjung Krimea

"Masalahnya adalah kita tidak bisa mengevakuasi anak-anak dari darat, kita hanya bisa mengevakuasi mereka melalui udara karena semua rute ke kota kami ditutup," katanya.

Chernihiv terletak sekitar 90 mil timur laut dari Kyiv di jalan menuju perbatasan Belarusia.

Jalan itu dikelilingi pasukan Rusia beberapa hari yang lalu.

Pasukan Rusia pun menembaki daerah sipil, termasuk rumah, taman kanak-kanak, dan pasar.

“Semua jalan masuk dan keluar telah diletakkan bahan peledak untuk mempertahankan kota,” kata kepala administrasi regional Viacheslav Chaus dalam sebuah postingan di Facebook.

Satu roket Rusia mendarat tak jauh dari bagsal pasien kanker.

Baca juga: Presiden AS Joe Biden Khawatir Rusia akan Menginvasi Negara Lain Setelah Menundukkan Ukraina

"Dua hari yang lalu sebuah roket memukul daerah 200 meter dari rumah sakit kami, itu adalah roket," kata Zosimenko.

Semangat masyarakat membuat mereka tetap bertahan, dengan apotek dan toko-toko lain menyumbang untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit secara gratis.

Tetapi beberapa kebutuhan sudah kekurangan pasokan, terutama obat penghilang rasa sakit.

"Ketika orang sakit kanker, mereka membutuhkan banyak obat penghilang rasa sakit, dan kami memiliki masalah dengan morfin dan obat lain," kata Zosimenko.

"Misalnya rumah sakit onkologi di Chernikiv, mereka hanya memiliki delapan ampul morfin atau obat penghilang rasa sakit lainnya," lanjut dia.

Rumah sakit memang sebelumnya tidak dipersiapkan dengan baik untuk perang.

Tempat berlindung dalam kondisi yang mengerikan.

Sehingga, orang-orang sakit harus tidur di sana, dan dihantui Covid-19 yang jadi menambah masalah mereka.

Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Bisa Mendorong Cina Invasi Taiwan?

Jadi mereka tidur di lantai pertama dan berlari ke bawah setiap kali ada serangan udara.

"Semua orang lelah, terutama staf medis, mereka tidak tidur secara normal selama seminggu terakhir, hanya dua atau tiga jam," kata Zosimenko.

Ada tekanan ekstra pada dokter dan perawat karena beberapa staf tinggal di rumah bersama keluarga mereka.

Hal tersebut bisa dipahami semua orang.

Bagi mereka pasien dan orang yang tinggal mencoba memperbaiki kondisi di ruang bawah tanah, memplester dinding, mengatur pencahayaan, dan beberapa tempat tidur.

Zosimenko telah tergerak oleh semangat kemanusiaan yang luar biasa pada saat tekanan kuat terjadi.

Setiap kali dia pergi mencari persediaan ke toko bahan bangunan dan apotek atau supermarket, semuanya memberikannya secara gratis.

"Jaga saja anak-anak itu," kata pemilik bisnis.

"Saya mengerti saya tinggal di negara paling indah di dunia, 40 juta orang yang peduli dengan orang-orang yang tidak mereka kenal," katanya.

"Jika Rusia bisa menguasai negara kita, itu hanya ada satu cara, bahwa mereka memutuskan untuk membunuh 40 juta orang, karena negara ini memiliki 40 juta orang yang siap untuk melindunginya," lanjutnya.

Dia bekerja untuk sebuah badan amal, Evum, yang mendukung departemen onkologi pediatrik.

Sekarang dia menjelajahi toko-toko untuk memenuhi persediaan makanan dan memohon bantuan internasional untuk mengeluarkan anak-anak dari zona perang dan mempersiapkan jika perlu untuk berjuang.

Dia membawa senapannya sendiri ke rumah sakit, dan bersama dengan beberapa ayah serta anak-anak, menciptakan unit perlindungan informal.

"Kami di sini dengan senjata kami sendiri, beberapa ayah dari anak-anak ini membawa sesuatu sehingga mereka dapat melindungi diri mereka juga," katanya.

"Kami siap untuk memberikan hidup kami sendiri tetapi tidak mau memberikan kehidupan anak-anak ini."

"Saya bekerja untuk anak-anak, karena mereka adalah arsitek, orang-orang yang bisa membangun masa depan. Kita bisa membantu mereka bertahan hidup, sehingga mereka bisa melakukan apa yang harus mereka lakukan di masa mendatang," ucapnya.

Dia tidak menyesal, meskipun ada gejolak minggu lalu dan keyakinan yang berkembang bahwa banyak dari mereka yang bersiap untuk mempertahankan kota mereka, meskipun harus bertaruh nyawa untuk mengalahkan Rusia.

"Setiap kali saya datang ke sini, ke meja ini dan melihat senapan, itu mengingatkan saya pada apa yang terjadi di sini selama enam hari terakhir, rasakan tekanan di dalam diri saya. Saya ingat lagi bahwa seseorang memulai perang di negara saya," katanya.

"Jika saya tidak mati di sini dalam dua minggu ke depan, itu akan menjadi keajaiban," ujarnya.
(Guardian)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini