TRIBUNNEWS.COM - Warga Rusia mulai merasakan dampak ekonomi setelah negara Barat menjatuhkan paket sanksi dari invasi yang dilakukan negaranya terhadap Ukraina.
Sepekan setelah invasi, deretan sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara membuat nilai mata uang Rusia yaitu rubel jatuh sehingga mengakibatkan lonjakan inflasi.
Inflasi ini juga memaksa banyak warga Rusia harus kehilangan pekerjaan.
Sementara pidato kenegaraan yang dilakukan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan bahwa Rusia dapat bertahan dari “serangan kilat ekonomi” yang dialami negaranya.
Baca juga: Zelensky Tolak Tuntutan Moskow untuk Akui Kemerdekaan Donbass dan Krimea sebagai Bagian Rusia
Baca juga: Model Rusia Gretta Vedler Ditemukan Tewas dalam Koper, Pernah Viral karena Sebut Putin Psikopat
Namun fakta berkata lain dan keadaan ekonomi mulai dirasakan oleh Rusia.
Dikutip dari Aljazeera, berikut dampak ekonomi yang dirasakan oleh Rusia pasca sanksi yang dijatuhkan oleh negara Barat:
1. Adanya kenaikan inflasi
Lembaga statistik Rusia, Rosstat mengatakan pada Rabu kemarin, inflasi Rusia memiliki persentase 2,1 persen antara 5-11 Maret 2022.
Persentase ini menjadikan inflasi mingguan pada 5-11 Maret 2022 sebagai yang tertinggi kedua sejak 20 tahun terakhir.
Berdasarkan Kementerian Ekonomi Rusia, inflasi tahunan melonjak ke 12,5 persen dari 10,4 persen pada 11 Maret 2022 di minggu lalu.
Surat kabar bisnis, Kommersant melaporkan inflasi dengan persentase 10,4 persen di minggu lalu membuat adanya kenaikan harga pangan dari 26 Februari-4 Maret 2022.
Kenaikan pangan ini menjadi yang tertinggi sejak tahun 1998.
Dampak inflasi ini pun langsung dilaporkan melalui sebuah cuitan oleh akun yang menamakan dirinya Ivan.
Ia melaporkan, harga tuna di Rusia saat ini mencapai 160-180 rubel dari sebelumnya 130 rubel.
Ia juga mengatakan, tidak tersedianya gula di banyak toko-toko kebutuhan pokok.
Nilai mata uang Rusia telah anjlok hingga 20 persen dalam waktu tiga minggu sehingga memaksa para retailer untuk menaikan harga.
Baca juga: Wali Kota Melitopol yang Diculik Telah Bebas, Ucap Terima Kasih ke Zelensky karena Tak Ditinggalkan
Salah satunya retailer yang menaikan adalah perusahaan barang konsumsi, Procter & Gamble atau P&G.
Rata-rata kenaikan harga barang yang dijualnya adalah 40 persen dari harga sebelumnya.
Hal ini disebabkan naiknya biaya logistik, material, dan turunnya mata uang rubel.
Produk kesehatan wanita yang diproduksinya pun juga mengalami kenaikan harga hingga 30 persen.
Di sisi lain, para retailer untuk kebutuhan pokok menaikkan harganya sebanyak lima persen alih-alih menaikkan biaya distribusinya.
2. Kelangkaan Obat-obatan
Kelangkaan ini dialami oleh seorang wanita yang tinggal di Saint Petersburg bernama Sasha.
Ia menyatakan terjadinya antrean di apotek akibat kenaikan dan kelangkaan obat-obatan.
Bahkan, kata Sasha, ada dua temannya yang mempertimbangkan untuk pergi ke Finlandia agar mendapatkan obat-obatan.
Namun ketika penjualan obat-obatan tidak menjadi subjek dari sanksi yang diberikan, harga yang ditawarkan pun diprediksi akan naik meski tidak sebanyak barang kebutuhan lain.
Kenaikan ini terjadi setelah mayoritas perusahaan pengiriman menghentikan operasinya di Rusia.
Media lokal Rusia melaporkan harga obat-obatan di provinsi Saratov mengalami kenaikan dari 2,3-6,7 persen.
Baca juga: Kakek Berusia 61 Tahun Jadi Korban Pengeroyokan 2 Pria di Kabupaten Kapuas
Sementara, kepala departemen pengawasan dan pelayanan kesehatan daerah di Roszdravnadzor, Andrey Baratov mengatakan dirinya tidak menyangka akan ada kenaikan signifikan terhadap harga obat-obatan.
Walaupun, kata Andrey, pihak berwenang mendengarkan komplain dari warga atas langkanya ketersediaan obat-obatan vital di apotek.
Ditambah, menurutnya, adapula keraguan terhadap kecocokan obat-obatan Rusia ketika menjadi pengganti dari obat-obatan dari luar negeri.
3. Naiknya Angka Pengangguran dan Biaya Pariwisata
Dikeluarkannyaa Rusia dari sistem pembayaran Internasional, SWIFT, mulai memberikan dampak ekonomi terhadap negara pimpinan Putin tersebut.
Selain itu keputusan perusahaan multinasional seperti Apple dan IKEA untuk angkat kaki dari Rusia juga berdampak kepada naiknya angka pengangguran.
Selain itu, berhentinya McDonald beroperasi di Rusia membuat sekitar 62.000 orang di 850 restoran harus menganggur.
Menurut Kommersant, Rusia akan mengalami kenaikan pengangguran yang tidak dapat dihindari sebesar tujuh persen hingga akhir tahun 2022.
Direktur National Rating Agency, Sergei Grishunin, juga memperkirakan adanya kenaikan kasus bank yang mengalami bangkrut pada tahun 2022.
Baca juga: Joe Biden Sebut Vladimir Putin Penjahat Perang, Rusia Bereaksi
Sergei memperkirakan kenaikannya mencapai dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.
Sementara sektor lain yang mengalami dampak adalah pariwisata.
Menurut laporan media lokal, sektor pariwisata akan mengalami kenaikan harga sebanyak 30 persen pada musim panas mendatang.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina