TRIBUNNEWS.COM, KYIV - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky siap berkompromi langsung dengan Presiden Rusia Vladimir putin.
Ukraina bersedia untuk tak bergabung dengan NATO sebagai imbalan gencatan senjata.
Pada Senin (21/3/2022) malam, Zelensky mengatakan dia siap membahasa komitmen tersebut.
Zelensky bersedia untuk berkomitmen tak mencari keanggotaan NATO dengan imbalan gencatan senjata, penarikan pasukan Rusia dan jaminan keamanan Ukraina.
"Ini adalah kompromi untuk semua orang: untuk Barat, yang tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan kami sehubungan dengan NATO, untuk Ukraina, yang menginginkan jaminan keamanan, dan untuk Rusia, yang tidak ingin ekspansi NATO lebih lanjut," kata Zelensky dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Ukraina, mengutip AP News.
Zelensky juga mengulangi seruannya untuk melakukan pembicaraan langsung dengan Vladimir Putin.
Menurut Zelensky, Ukraina tak akan memahami apakah Rusia bahkan ingin mengentikan perang kecuali ia bertem dengan Putin.
Zelenksy mengatakan, Kyiv siap membahas status Krime dan wilayah Donbas timur yang dikuasai oleh separatis yang didukung Rusia.
Tentu dengan syarat adanya gencatan senjata dan langkah-langkah menuju pemberian jaminan keamanan.
Pada Senin (21/3/2022), Rusia menembaki sepanjang koridor kemanuasiaan.
Baca juga: Ketika Presiden AS Sebut Putin Penjahat Perang, Akankah Memperumit Negosiasi Rusia-Ukraina?
Baca juga: UPDATE Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-27, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi
Baca juga: Ratusan Prajuritnya Tewas dalam Invasi Rusia ke Ukraina, Pasukan Chechnya Dilaporkan Pulang
Akibatnya, empat orang terluka.
Penembakan terjadi di wilayah Zaporizhzhia, tujuan para pengungsi yang melarikan diri dari Mariupol.
Setidaknya ada 3000 orang dari Mariupol yang telah dievakuasi.
Rusia Minta Ukraina Menyerah di Mariupol
Rusia meminta Ukraina untuk menyerah di Mariupol.
Rusia juga memberi imbalan pasukan Ukraina bisa keluar dengan aman.
Tapi permintaan tersebut ditolak Ukraina.
Pada Senin (21/3/2022), para pejabat Ukraina dengan tegas menolak permintaan Rusia agar pasukannya di kota pelabuhan strategis Mariupol yang terkepung meletakkan senjata.
Ukraina diminta untuk mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah.
Sebagai imbalannya, Rusia akan memberikan jalan keluar yang aman bagi para pasukan Ukraina.
Mengutip AP News, pertempuran di Mariupol semakin intens.
Bahkan saat serangan Rusia di daerah lain telah gagal.
Pejabat Ukraina menolak tawaran Rusia untuk keluar dari Mariupol denga naman sebelum batas waktu Moskow pukul 5 pagi.
“Tidak ada pembicaraan tentang penyerahan, peletakan senjata,” kata Wakil Perdana Menteri Ukraina Irina Vereshchuk kepada outlet berita Pravda Ukraina.
Walikota Mariupol Piotr Andryuscchenko juga menolak tawaran tersebut.
Menurut kantor berita Interfax Ukraina, dalam unggahan di Facebook Andryuscchenko menyebut dirinya tak perlu menunggu sampai batas waktu pagi untuk menanggapi dan mengutuk Rusia.
Kolonel Jenderal Rusia Mikhail Mizintsev telah menawarkan dua koridor.
Satu koridor menuju ke timur ke atah Rusia dan lainnya ke barat ke bagian lain dari Ukraina.
Mizintsev tak menyebut tindakan apa yang akan dilakukan Rusia jika tawaran tersebut ditolak.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, pihak berwenang Mariupol bisa menghadapi pengadilan militer jika mereka berpihak pada apa yang digambarkan sebagai “bandit”.
(Tribunnews.com/Miftah)