News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Harga Minyak Global Melonjak, UE Susul AS dan Pertimbangkan Embargo Minyak Rusia

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Para pengunjuk rasa memegang plakat selama rapat umum di Kota Quezon, pinggiran kota Manila pada 15 Maret 2022, setelah kenaikan harga minyak berturut-turut dalam beberapa pekan terakhir.

TRIBUNNEWS.COM - Harga minyak global melonjak lebih dari 3 dolar Amerika per barel.

Dilansir Al Jazeera, minyak mentah Brent naik di atas 111 dolar Amerika, karena negara-negara Uni Eropa (UE) mempertimbangkan untuk bergabung dengan Amerika Serikat (AS) dalam embargo minyak Rusia dan setelah serangan akhir pekan terhadap fasilitas minyak Saudi.

Minyak mentah berjangka Brent naik 3,40 dolar Amerika pada Senin (21/3/2022), atau 3,2 persen, menjadi 111,33 dolar Amerika per barel pada 09:58 GMT, menambah kenaikan 1,2 persen Jumat lalu (17/3/2022).

Sedangkan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 3,65 dolar Amerika, atau 3,5 persen, menjadi 108,35 dolar Amerika, memperpanjang lonjakan 1,7 persen Jumat lalu.

Baca juga: Konflik Rusia dan Ukraina Bisa Picu Kelaparan Global, Zelensky Minta Lebih Banyak Dukungan

Baca juga: Inggris Kirim Bantuan Jutaan Dosis Obat untuk Ukraina

Para pengunjuk rasa memegang plakat selama rapat umum di Kota Quezon, pinggiran kota Manila pada 15 Maret 2022, setelah kenaikan harga minyak berturut-turut dalam beberapa pekan terakhir.

Harga bergerak lebih tinggi sebelum pembicaraan minggu ini antara pemerintah Uni Eropa dan Presiden AS Joe Biden dalam serangkaian pertemuan puncak yang bertujuan untuk mengeraskan tanggapan Barat terhadap Moskow atas invasinya ke Ukraina.

Pemerintah Uni Eropa akan mempertimbangkan apakah akan memberlakukan embargo minyak terhadap Rusia.

Pada Senin pagi (21/3/2022), Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vershchuk mengatakan tidak ada kemungkinan pasukan negara itu akan menyerah di kota pelabuhan Mariupol yang terkepung di timur.

Dengan sedikit tanda-tanda meredanya konflik, fokus kembali ke apakah pasar akan mampu menggantikan barel Rusia yang terkena sanksi.

Baca juga: Ketika Presiden AS Sebut Putin Penjahat Perang, Akankah Memperumit Negosiasi Rusia-Ukraina?

Baca juga: Balas Sanksi Barat, Joe Biden Sebut Rusia Bakal Lancarkan Serangan Siber ke AS

Di hari yang sama, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan embargo itu tidak realistis karena negara-negara UE masih sangat bergantung pada minyak dan gas Rusia untuk pasokan energi mereka dan tidak bisa begitu saja menghentikan diri mereka sendiri dalam waktu singkat.

"Terlalu banyak kilang di bagian timur dan barat Eropa masih sepenuhnya bergantung pada minyak Rusia dan dengan gas bahkan lebih buruk", kata Rutte kepada wartawan setelah pertemuan dengan Presiden Lithuania Gitanas Nauseda di Vilnius.

"Ketergantungan itu harus kita hilangkan. Kami harus melakukannya secepat mungkin, tetapi kami tidak bisa melakukannya besok," katanya.

Baca juga: Salvo Rudal & Drone Houthi Hantam Kilang Minyak Saudi, Pertahanan Udara Gagal Cegat Seluruh Serangan

Warga Yaman memeriksa kerusakan menyusul serangan udara semalam oleh koalisi pimpinan Saudi yang menargetkan ibu kota yang dikuasai pemberontak Houthi, Sanaa, pada 18 Januari 2022. - Koalisi pimpinan Saudi yang memerangi pemberontak Houthi Yaman mengatakan telah meluncurkan serangan udara yang menargetkan wilayah yang dikuasai pemberontak. ibukota Sanaa setelah serangan mematikan terhadap sekutu koalisi Abu Dhabi. (Photo by MOHAMMED HUWAIS / AFP) (AFP/MOHAMMED HUWAIS)

Serangan Houthi Yaman di fasilitas energi Saudi

"Serangan Houthi di terminal energi Saudi, peringatan akan kekurangan struktural dalam produksi dari OPEC dan potensi embargo minyak Uni Eropa terhadap Rusia telah membuat harga minyak melonjak di Asia" kata analis senior OANDA Jeffrey Halley dalam sebuah catatan.

"Bahkan jika perang Ukraina berakhir besok, dunia akan menghadapi defisit energi struktural berkat sanksi Rusia."

Selama akhir pekan, serangan oleh kelompok Houthi Yaman yang bersekutu dengan Iran menyebabkan penurunan sementara dalam produksi di usaha patungan kilang Saudi Aramco di Yanbu.

Serangan ini menambah kekhawatiran di pasar produk minyak yang gelisah, di mana Rusia adalah pemasok utama dan persediaan global berada di posisi terendah beberapa tahun.

Baca juga: AS Kirim Jet Tempur ke UEA Setelah Serangan Rudal Houthi Yaman

Laporan terbaru dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu termasuk Rusia, bersama-sama dikenal sebagai OPEC+, menunjukkan beberapa produsen masih kurang dari kuota pasokan yang disepakati.

Media pemerintah Saudi melaporkan, serangan Houthi Yaman menargetkan sejumlah fasilitas, di antaranya kilang gas alam cair (LNG), pabrik desalinasi air, fasilitas minyak, dan pembangkit listrik.

Dikutip Al Jazeera, koalisi militer pimpinan Saudi menerangkan tidak ada korban jiwa dalam serangan tersebut.

Namun, sejumlah kendaraan sipil dan rumah penduduk di daerah itu mengalami kerusakan.

Baca juga: UEA Cegat Rudal Houthi Yaman yang Ditembakkan saat Kunjungan Presiden Israel

Fasilitas pengolahan minyak Saudi Aramco (Euro Money)

Serangan terhadap kilang LNG lainnya digagalkan

Koalisi militer mengatakan telah menggagalkan serangan terhadap kilang LNG di kompleks petrokimia di kota pelabuhan Laut Merah Yanbu yang dijalankan oleh Saudi Arabian Oil Co, lebih dikenal sebagai Aramco.

Tidak jelas apakah serangan itu menimbulkan kerusakan pada pabrik.

"Serangan udara lainnya menargetkan pembangkit listrik di barat daya negara itu, fasilitas desalinasi di Al-Shaqeeq di pantai Laut Merah, terminal Aramco di kota perbatasan selatan Jizan dan sebuah pompa bensin di kota selatan Khamis Mushait," kata koalisi.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini