Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BERLIN - Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan pada hari Minggu kemarin bahwa Jerman menentang pengiriman pasukan penjaga perdamaian NATO ke Ukraina.
"Kami tidak akan bertindak di sana di bidang militer, bahkan jika disebut sebagai pasukan penjaga perdamaian. Kami tidak akan bercita-cita untuk membuat zona larangan terbang di sana," kata Scholz.
Dikutip dari laman TASS, Senin (28/3/2022), Olaf Scholz menyatakan bahwa dirinya memang akan melakukan 'segalanya untuk membantu Ukraina'.
Namun menurutnya, saat ini pemberian 'sanksi adalah instrumen utama' yang dapat diterapkan untuk menghukum Rusia.
Sebelumnya, Polandia mengusulkan untuk mengirimkan misi penjaga perdamaian NATO ke Ukraina barat.
Presiden Polandia Andrzej Duda pun telah mengajukan proposalnya kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam KTT NATO 24 Maret lalu.
Setelah pertemuan itu, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa aliansi tersebut tidak akan mengirimkan pasukan ke Ukraina, karena akan mengarah pada konflik skala penuh dengan Rusia.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi nasional negara itu pada 24 Februari lalu bahwa sebagai tanggapan atas permintaan para Kepala Republik Donbass, ia telah membuat keputusan untuk melakukan operasi militer khusus.
Operasi ini dilakukan untuk melindungi orang-orang 'yang telah mengalami pelecehan dan genosida oleh rezim Ukraina selama 8 tahun'.
Baca juga: NATO Sebut Putin Meremehkan Kekuatan Ukraina: Dia Telah Membuat Kesalahan Besar
Kendati demikian, pemimpin Rusia itu menekankan bahwa negaranya tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina.
Ia juga menekankan operasi tersebut ditujukan untuk 'denazifikasi dan demiliterisasi Ukraina'.
Sementara itu, negara Barat telah memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Rusia karena melakukan invasi ke Ukraina.
Penerapan sanksi ditujukan terhadap badan hukum maupun individu swasta Rusia.