TRIBUNNEWS.COM, RUSIA - Popularitas Presiden Rusia Vladimir Putin meningkat sejak dimulainya aksi militer di Ukraina.
Demikian kata lembaga survei Levada Center yang dinilai independen.
Lebih dari 80 persen orang Rusia mendukung tindakan Presiden Rusia tersebut.
Jajak pendapat pertama yang dilakukan oleh Levada sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari menunjukkan, 83 persen orang Rusia menyetujui tindakan Putin, naik dari 71 persen pada awal Februari.
Levada melanjutkan 15 persen responden tidak setuju atau turun dari 27 persen dan 2 persen tidak punya pendapat.
Baca juga: Kesehatan Vladimir Putin Kabarnya Memburuk Akibat Kanker Tiroid
Pemerintah Rusia dan Perdana Menteri Mikhail Mishustin juga meningkatkan peringkat persetujuannya, menurut survei Levada yang dikutip kantor berita AFP, Kamis (31/3/2022).
Survei-survei pro-Kremlin lainnya yang menerbitkan temuan mereka juga menunjukkan peringkat persetujuan Putin di atas 80 persen.
Putin melancarkan operasi militer di Ukraina dengan alasan menindak "genosida" penutur bahasa Rusia di sana, dan menuduh negara pro-Barat itu memiliki hubungan dekat dengan NATO.
Rusia menganggap sikap Ukraina itu sebagai ancaman di perbatasannya dengan Barat.
Pesan ini disampaikan setiap hari oleh saluran TV pemerintah, sementara mayoritas suara kritis dan media independen ditutup atau diblokir secara paksa.
Rusia juga menetapkan publikasi informasi "palsu" tentang angkatan bersenjatanya sebagai pelanggaran kriminal dan melarang jejaring sosial populer Facebook, Instagram, serta Twitter.
Penjahat Perang
Jika popularitas Vladimir Putin meningkat di Rusia namun tidak demikian halnya bagi aliansi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya atau aliansi Barat.
Bahkan Presiden Amerika Serikan Joe Biden menyebut Vladimir Putin sebagai penjahat perang.
Pernyataan Biden itu memantik kemarahan pejabat Rusia.
Melansir BBC, Biden menyampaikan pernyataan itu secara spontan sebagai tanggapan atas pertanyaan wartawan di Gedung Putih.
"Saya pikir dia adalah penjahat perang," kata Biden pekan lalu.
Ini adalah pertama kalinya Biden mengutuk Presiden Putin, dan Gedung Putih kemudian mengatakan dia berbicara dari hatinya.
Sebelumnya, awal bulan ini ketika ditanya apakah menurutnya Rusia melakukan kejahatan perang, dia mengatakan Gedung Putih mengikuti peristiwa di Ukraina dengan cermat.
"Masih terlalu dini untuk mengatakan itu (kejahatan perang)," kata Biden.
Tak perlu waktu laman, pihak Kremlin langsung merespons pernyataan Joe Biden tersebut.
Juru bicara atau Sekretaris Pers Federasi Rusia Dmitry Peskov mengatakan, apa yang dikatan biden adalah "retorika yang tak termaafkan".
Peskov bahkan menyebut, retorika seperti itu tidak dapat diterima dan tidak dapat dimaafkan dari pihak kepala negara, yang bomnya telah menewaskan ratusan ribu orang di seluruh dunia.
Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki, mengatakan ungkapan Biden yang menyebut Putin adalan penjahat perang berasal dari hatinya setelah melihat gambar "biadab" dari kekerasan di Ukraina.
Dia mencatat bahwa ada proses hukum terpisah, yang dijalankan oleh Departemen Luar Negeri, untuk menentukan kejahatan perang - dan itu sedang berlangsung secara terpisah.
"Putin menimbulkan kehancuran dan kengerian yang mengerikan di Ukraina - membom gedung apartemen dan bangsal bersalin ... ini adalah kekejaman. Ini adalah kemarahan dunia," tulis akun Twitter resmi presiden Joe Biden.
Sumber/Kompas.com/Kompas.TV/BBC