TRIBUNNEWS.COM - Dua roket Rusia menghantam stasiun kereta api di Kramatorsk, Ukraina timur dan menimbulkan korban.
Serangan udara Rusia tersebut dilaporkan oleh perusahaan kereta api negara Ukraina, Jumat (8/4/2022).
Stasiun ini digunakan untuk mengevakuasi warga sipil dari daerah yang dibombardir pasukan Rusia.
"Dua roket menghantam stasiun kereta Kramatorsk. Ada korban," kata perusahaan Kereta Api Ukraina, sebagaimana dilansir The Canberra Times.
Tiga kereta yang membawa pengungsi diblokir di wilayah yang sama di Ukraina pada hari Kamis (7/4/2022), setelah serangan udara di jalur tersebut, menurut kepala Kereta Api Ukraina.
Baca juga: Rusia akan Tetap Lanjutkan Pembicaraan dengan Ukraina Meskipun Ada Provokasi
Baca juga: Ekonomi Rusia Terancam Lumpuh Usai Amerika Serikat Blokir Dua Bank Besar Moskow
Mengutip Reuters, lebih dari 30 orang tewas dan lebih dari 100 terluka dalam serangan itu.
"Menurut data operasional, lebih dari 30 orang tewas dan lebih dari 100 terluka dalam serangan roket di stasiun kereta api Kramatorsk," kata perusahaan kereta api.
Zelensky Desak PBB Hentikan Invasi Rusia
Dalam pidatonya kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (5/4/2022), Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendesak badan tersebut untuk segera bertindak melawan invasi dan agresi Rusia.
Zelensky mendesak PBB untuk mengusir Rusia dari negaranya.
"Kita berurusan dengan negara yang mengubah hak veto Dewan Keamanan PBB menjadi hak untuk mati," kata Zelenskyy.
Seruannya muncul di tengah kemarahan atas bukti pembantaian warga sipil yang diduga dilakukan oleh pasukan Rusia di kota Bucha, Ukraina.
Apa yang bisa dilakukan PBB untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina?
PBB dapat mengutuk agresi Rusia, menyalahkan Moskow atas konsekuensi kemanusiaan yang mengerikan dan menuntut agar Rusia berhenti.
Ini telah terjadi melalui resolusi Majelis Umum.
Majelis adalah badan terbesar PBB yang terdiri dari 193 negara anggota.
Tapi diplomasi belum berhasil sejauh ini. Lantas, bisakah PBB sekarang memaksa Rusia untuk mundur?
Tidak. PBB tidak bisa memaksa Rusia.
PBB bukanlah sebuah pemerintahan.
Seperti dilansir CNA, Sekretaris Jenderalnya bukanlah presiden atau perdana menteri.
Dan Majelis Umum tidak memiliki otoritas hukum atas negara berdaulat mana pun, bahkan jika negara itu melanggar kedaulatan negara lain.
Ini berarti Sekjen PBB dan Majelis Umum tidak dapat membuat Moskow melakukan apa pun yang tidak ingin dilakukannya, atau menghukumnya karena melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan.
Satu-satunya badan PBB yang memiliki kekuatan untuk mengambil tindakan hukuman terhadap Rusia adalah Dewan Keamanan PBB.
Dewan yang terdiri dari 15 anggota ini dapat secara hukum menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, menyetujui intervensi militer, serta memberlakukan embargo dan pembekuan aset untuk membujuk Rusia mengubah arah.
Tapi semua itu tidak dapat dilakukan sekarang, hanya karena Rusia adalah anggota tetap Dewan, memiliki kekuatan untuk memveto atau memblokir tindakan apa pun terhadap dirinya sendiri.
Jadi PBB, badan yang satu-satunya dapat memberikan tekanan nyata pada Rusia untuk mundur, menemui jalan buntu.
Mengapa PBB tidak mengirim pasukan ke Ukraina untuk membantu mereka berperang?
PBB tidak memiliki kekuatan militer atau polisi sendiri.
Ini memiliki penjaga perdamaian PBB tetapi misi penjaga perdamaian mereka biasanya terjadi ketika ada semacam proses politik di tempat, dan mereka sebagian besar melibatkan perlindungan warga sipil.
Baca juga: Kisah Sniper Wanita Ukraina, Sebut Tentara Rusia Sebagai Makhluk Orc
Baca juga: Akhiri Impor Rusia, AS Datangkan Bahan Bakar Minyak dari Amerika Latin
Penjaga perdamaian PBB juga tidak bisa memihak dalam konflik.
Selain itu, Dewan Keamanan adalah satu-satunya badan dengan kekuatan untuk mengesahkan penjaga perdamaian, dan Rusia kemungkinan akan memblokir langkah tersebut.
Misi juga hanya dapat dilakukan jika dan ketika semua pihak utama dalam konflik setuju.
Bisakah PBB membawa Rusia ke pengadilan karena melanggar hukum internasional?
Ya. Mahkamah Internasional (ICJ), yang mengawasi perselisihan, telah memerintahkan Rusia untuk segera menangguhkan operasi militernya di Ukraina.
Tetapi ICJ tidak memiliki kekuatan untuk menegakkan perintah itu karena tidak memiliki kepolisian.
PBB juga dapat merujuk tuduhan kejahatan perang Rusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan ke Pengadilan Kriminal Internasional, yang telah dilakukan, dan ICC telah membuka penyelidikan.
Tetapi baik Rusia maupun Ukraina bukanlah penandatangan ICC, yang memperumit kasus terhadap Rusia.
Dan bahkan jika investigasi ICC menghasilkan surat perintah penangkapan untuk Putin, persidangan bisa memakan waktu bertahun-tahun, tanpa jaminan keyakinan.
(Tribunnews.com/Yurika)