TRIBUNNEWS.COM - Seorang wanita yang mengaku korban rudapaksa tentara Rusia, mengungkap kronologi bagaimana insiden itu terjadi.
Elena, bukan nama sebenarnya, dilecehkan dua tentara Rusia yang mengambil alih kampung halamannya di Ukraina selatan.
Ia mengungkap bahwa sebelum insiden terjadi, dirinya ditunjuk oleh sesama warga karena statusnya sebagai istri tentara Ukraina.
Dilansir SCMP, setelah berhasil dievakuasi dari wilayah Kherson yang dikuasai Rusia, Elena berada di Kota Zaporizhzhia untuk menunggu bus yang akan mengantarnya bertemu keempat anaknya di Ukraina tengah.
Ia mengirim anak-anaknya pergi dari kampung halaman pada 24 Februari, atau hari pertama invasi.
Baca juga: Macron: Prancis Siap Jadi Salah Satu Penjamin Keamanan Ukraina Usai Perang
Baca juga: AS Kirim 12.000 Sistem Anti-Armor, 1.400 Sistem Anti-Pesawat dan Ratusan Drone Bunuh Diri ke Ukraina
Suaminya dikirim ke garis depan dan Elena tetap tinggal di kediamannya untuk mengatur kepindahan ke daerah yang lebih aman.
Sayangnya, pada 3 April 2022 wilayah tempat tinggalnya dengan cepat dikuasai pasukan Rusia.
"Sekitar jam 3 sore, saya pergi ke toko. Saat saya sedang mengantri, beberapa tentara Rusia masuk dan mulai berbicara dengan pelanggan," kata Elena.
"Saya tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan, tetapi saya menyadari bahwa salah satu warga menunjuk ke arah saya dan mengatakan 'Dia seorang banderovka!'".
Istilah ini mengacu pada pemimpin nasionalis Ukraina, Stepan Bandera, yang bekerja sama dengan Nazi Jerman untuk berperang melawan Uni Soviet.
Ini sering digunakan oleh otoritas Rusia sebagai cara yang meremehkan untuk merujuk pada pejabat Ukraina yang dianggap berpandangan nasionalis.
Menurut pengakuan Elena, pria yang menunjuknya itu berkata "itu karena orang-orang seperti itu sehingga perang pecah".
"'Dia adalah istri seorang tentara'," ujar pria itu, seperti ditirukan Elena.
"Saya mengerti bahwa mereka mengawasi saya, jadi saya segera meninggalkan toko. Aku hanya punya waktu untuk masuk ke rumahku. Dua tentara Rusia masuk melalui pintu setelah saya. Saya tidak punya waktu untuk mengeluarkan ponsel saya untuk meminta bantuan atau melakukan apa pun," ceritanya.
"Tanpa sepatah kata pun, mereka mendorong saya ke tempat tidur. Mereka menahan saya dengan senapan dan menelanjangi saya," kata wanita muda itu sambil menangis.
"Mereka tidak banyak bicara. Kadang-kadang mereka memanggil saya 'banderovka' atau mereka mengatakan 'giliran Anda' satu sama lain. Kemudian, pada jam 4 pagi, mereka pergi karena giliran mereka yang bertugas di kamp mereka," beber Elena.
Elena mengaku belum bicara dengan dokter, terapis, bahkan suaminya tentang insiden ini.
"Saya seorang bidan. Saya mengobati diri saya sendiri," katanya.
"Saya akan menemukan semua yang saya butuhkan begitu saya mencapai tujuan saya. Saya hanya ingin melihat anak-anak saya," lanjutnya.
Ditanya tentang kondisi fisik dan mentalnya, dia menangis lagi.
"Menjijikkan. Sangat menjijikkan. Saya tidak ingin hidup," katanya.
Kasus yang menimpa Elena bukanlah yang satu-satunya terjadi selama invasi Rusia ke Ukraina.
La Strada Ukraina, sebuah organisasi hak-hak perempuan, mengatakan telah menerima tujuh aduan tentang pemerkosaan via telepon di saluran bantuannya.
Alina Kryvoulyak, seorang perwakilan dari kelompok tersebut, mengatakan akan lebih banyak wanita dan anak perempuan yang mungkin akan melaporkan kasus serupa.
Telepon pertama yang diterima La Strada pada 4 Maret adalah tentang "pemerkosaan kolektif terhadap seorang ibu dan putrinya yang berusia 17 tahun oleh tiga pria" di Kherson.
Kasus lainnya terjadi di wilayah Kyiv.
Baca juga: UPDATE Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-44, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi
Baca juga: Zelensky Sebut Kekejaman Rusia di Borodyanka Lebih Parah dari Bucha, Diduga Sengaja Targetkan Warga
"Tentara Rusia telah melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan dan laki-laki Ukraina, terhadap anak-anak dan orang tua," kata jaksa agung Ukraina, Iryna Venediktova minggu ini.
Kendati demikian, ia menyadari bahwa tidak mudah mengumpulkan bukti-bukti di wilayah perang aktif, dengan listrik dan sinyal yang terbatas.
Sementara itu, Elena mengatakan dia yakin pasukan Ukraina "akan membalas dendam" ketika mereka merebut kembali daerah-daerah yang saat ini dipegang oleh pasukan Rusia.
"Saya akan mengarahkan jari pada orang-orang yang memilih saya. Saya akan menunjukkannya kepada suami saya," tegasnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)