Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, KIEV - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendapatkan kecaman di Ukraina karena mengunjungi Rusia terlebih dahulu sebelum pergi ke Ukraina.
Pernyataan ini disampaikan Penasihat Kepala Kantor Kepresidenan Ukraina, Mikhail Podolyak dalam sebuah wawancara pada Rabu kemarin.
"Mengenai kunjungan Sekjen PBB, bagi saya sungguh mengejutkan ketika para pemimpin asing atau perwakilan organisasi internasional, khususnya PBB, lebih dulu pergi ke Rusia dibandingkan ke Ukraina untuk melihat dengan mata kepala sendiri apa yang terjadi di Ukraina," kata Podolyak.
Dikutip dari laman TASS, Kamis (28/4/2022), perwakilan negara asing dan organisasi internasional seharusnya pergi ke Rusia setelah mengunjungi Ukraina.
Ia pun menuduh organisasi internasional bergerak lemah dan lamban.
Baca juga: Diundang Jokowi ke KTT G20, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky: Terima Kasih atas Dukungannya
"Saya pikir kita harus memahami bahwa beberapa organisasi internasional, lembaga yang cukup lemah. Beberapa kata formal memang akan diucapkan bahwa 'mereka siap bertindak', seperti Guterres yang mengatakan sebelumnya bahwa ia diduga siap untuk membentuk komisi trilateral untuk membuka bantuan koridor kemanusiaan. Bagi saya, saya pikir posisi banyak lembaga internasional yang seharusnya menangani masalah kemanusiaan atau keamanan, bisa dikatakan cukup lamban," tegas Podolyak.
Perlu diketahui, Guterres tiba di Ukraina pada Rabu kemarin setelah mengunjungi Polandia, di mana ia bertemu dengan Presiden Andrzej Duda.
Sebelumnya pada Senin lalu, ia bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Ankara.
Lalu pada Selasa, ia mengunjungi Rusia dan berbicara dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Presiden Vladimir Putin.
Sedangkan di Ukraina, Sekjen PBB melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmitry Kuleba dan Presiden Volodymyr Zelenskyy.
Perhatian utama akan difokuskan pada upaya diplomatik untuk memastikan gencatan senjata dan mengatur pengiriman bantuan kemanusiaan di bawah naungan PBB.
Bantuan ini pertama-tama ditargetkan ke Kota Mariupol.