TRIBUNNEWS.COM, CANBERRA – Pemerintah Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengungkapkan kemarahan atas komentar Perdana Menteri Solmon Manasseh Sogavare.
Sogavarre di hadapan parlemen Solomon mengecam keras sikap Australia yang menampilkan diri sebagai kolonialis, dan hendak mengatur Solomon sekehendak mereka.
Mengutip seorang pejabat Canberra yang tidak disebutkan namanya, stasiun ABC Australia mengatakan pemerintah Morrison takut Sogavare menjadi semakin otokratis dan memusuhi Australia.
Sebenarnya Perdana Menteri Scott Morrison sudah berusaha menutupi kekhawatiran Australia tentang tetangga pulau kecilnya.
Sebelumnya, seorang pejabat Australia yang tidak disebutkan namanya menuduh Kepulauan Solomon menjadi semakin bermusuhan menyusul pakta Kerjasama negara itu dengan Cina.
Namun Manasseh Sogavare lalu menyebut barat menunjukkan kemunafikan mencolok setelah Solomon mengikat pakta dengan Beijing.
Retorika antagonis Canberra muncul hanya beberapa hari setelah PM Kepulauan Solomon mengecam komentar Australia sama sekali tidak dapat diterima.
Baca juga: China Teken Kerjasama dengan Kepulauan Solomon, Negara di Kawasan Pasifik Khawatir
Baca juga: Menlu Selandia Baru: Jika China Tingkatkan Militer di Solomon, Keamanan Kawasan Pasifik Bisa Kacau
Baca juga: Australia: Cina Sangat Mungkin Menempatkan Pasukan di Kepulauan Solomon
Sogavare mengatakan pemerintah Kepulauan Solomon diperlakukan seperti siswa taman kanak-kanak yang berjalan-jalan dengan Colt 45s di tangan (Australia), yang oleh karena itu perlu diawasi barat yang berpura-pura menjadi sekutu.
“Kita tidak perlu diperingatkan… untuk menyadari pelaksanaan strategi mereka,” jelas Sogavare.
“Di bagian lain dunia di mana negara-negara berdaulat kecil dan besar diserbu atau mereka secara diam-diam merusak pemerintahan yang sedang berkuasa,” imbuhnya.
Tindakan agresif kekuatan barat sedang terjadi. Sogavarre mencatat pihak-pihak tertentu menolak menyetujui prinsip, “Lakukan kepada orang lain seperti yang Anda ingin mereka lakukan kepada Anda.”
Namun ungkapannya itu tidak didengar Perdana Menteri Australia Scott Morrison. Morrison mengklaim tidak satu pun perilaku imperialistik ditunjukkan mereka.
Sebaliknya, Morrison bersikeras, di Australia, Sogavare menemukan teman baik.
Beberapa pihak meragukan ketulusan komentar (Morrison) tersebut, yang muncul hanya seminggu setelah Australia memperingatkan Kepulauan Solomon.
Canberra menyatakan, membangun pangkalan militer China di Solomon berarti negara itu telah melewati garis merah.
Ini adalah kemungkinan yang menurut Sogavare tidak pernah ada di atas meja. Tak hanya Canberra yang khawatir, pejabat AS memberi peringatan.
Setiap upaya membangun pangkalan Cina akan mendapat respons yang tidak ditentukan. Australia dan AS berada di satu barisan mencela pakta tersebut.
Serangan Balik Kemenlu Cina
Kementerian Luar Negeri Cina kemudian menyerang balik kampanye Australia itu sebagai disinformasi, fitnah, paksaan dan intimidasi barat.
Beijing menggambarkan taktik seperti itu bukti negara-negara seperti Australia masih terobsesi mitos kolonialis, melakukan diplomasi koersif, berusaha keras untuk mengendalikan Kepulauan Pasifik untuk mempertahankan pengaruh regional.
Pada Rabu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Australia mengklaim negaranya sangat berkomitmen ke Pasifik.
"Kami merespons pada saat dibutuhkan," seperti "kerusuhan sipil semacam yang terjadi di Kepulauan Solomon akhir tahun lalu," kata jubir Kemenlu Australia.
Kerusuhan itu—yang menewaskan sedikitnya tiga orang dan mengakibatkan distrik Pecinan di ibu kota negara itu rata tanah—disamakan upaya kudeta oleh sejumlah pengamat luar.
Tetapi PM Solomon membantah narasi resmi Australia di hadapan Parlemen Kepulauan Solomon pada Senin.
Ia menjelaskan utusan pribadi PM Australia sebelumnya menguraikan secara tegas pasukan Australia dikerahkan untuk memerangi kerusuhan November 2021 di pulau itu.
Tapi tidak untuk melindungi infrastruktur yang dibangun Cina, bisnis Cina, Kedutaan Besar Cina dan (tidak akan) bertindak sebagai pengawal bagi anggota parlemen.
“Dengan kata lain, mereka tidak akan melindungi anggota parlemen,” kata Sogavare.
“Itu membuat kami berpikir, jika mereka tidak di sini untuk melakukan semua itu, lalu apa yang mereka lakukan di sini,” kata Sogavarre di depan parlemen Solomon.
Pakta keamanan Cina-Kepulauan Solomon selama beberapa pekan terakhir telah memicu kegelisahan yang signifikan di antara AS dan sekutu Pasifiknya.
Delegasi AS secara terbuka memperingatkan pemerintah Kepulauan Solomon, setiap langkah membangun kehadiran militer permanen oleh Beijing akan mendapat tanggapan keras.
Menteri Pertahanan Australia, Peter Dutton, mengatakan Australia hanya bisa menjaga perdamaian dengan mempersiapkan perang.
"Satu-satunya cara Anda dapat menjaga perdamaian adalah dengan mempersiapkan perang, dan menjadi kuat sebagai sebuah negara,” kata Dutton.
Ia mengatakan hal itu ke Channel 9 tentang pernyataan Perdana Menteri Scott Morrison yang menyebut garis merah di Pasifik.
Dutton membandingkan situasi geopolitik saat ini dengan tahun 1930-an dan mendesak negara-negara untuk berbicara menentang agresi di seluruh dunia.
Pemerintah Scott Morrison telah menghadapi reaksi keras oposisi. Partai Buruh mencap perjanjian Kepulauan Solomon-Cina sebagai kegagalan kebijakan luar negeri Australia yang paling signifikan sejak Perang Dunia Kedua.
Lebih dari 17 juta warga Australia akan memilih untuk memilih pemerintah negara berikutnya pada 21 Mei.
Beijing mengumumkan pakta itu minggu lalu, beberapa hari sebelum kedatangan delegasi Gedung Putih yang berkuasa ke ibukota Kepulauan Solomon di Honiara.
AS mengatakan akan mengambil tindakan yang tidak ditentukan terhadap negara Pasifik Selatan jika Beijing mempertahankan kehadiran militer di sana.
Kedutaan Besar Cina di Honiara mengatakan Beijing menolak niat pihak ketiga mana pun untuk mengganggu kerja sama Cina dan Kepulauan Solomon sebagai negara berdaulat.
Kedutaan mengatakan peringatan itu telah mengungkap tindakan tidak hormat AS yang merendahkan terhadap negara lain.(Tribunnews.com/sputniknews/xna)