TRIBUNNEWS.COM - Tentara Rusia diduga menahan lebih dari 3.000 warga sipil dari Kota Pelabuhan Mariupol yang terkepung di bekas koloni penjara di wilayah Donestk, Ukraina Timur.
Hal ini disampaikan oleh Ombudsman hak asasi manusia Ukraina, Lyudmyla Denisova.
Denisova yang juga Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Kebijakan Sosial Ukraina itu juga menyampaikan, tentara Rusia turut menahan 30 sukarelawan yang mengirimkan bantuan kemanusiaan ke kota itu.
Menurutnya, sebagian besar warga sipil itu sudah ditahan selama sebulan.
Tetapi, mereka yang dianggap 'sangat tidak bisa diandalkan' seperti mantan tentara dan polisi sudah ditahan selama dua bulan.
Baca juga: Nasib Ratusan Tentara Ukraina Tak Pasti Usai Menyerah, Dijamin Putin atau Terancam Hukuman Mati
Sebelumnya, tujuh bus yang membawa sejumlah tentara Ukraina yang menyerah dari pabrik baja Mariupol terlihat tiba pada hari Selasa di bekas koloni penjara nomor 120 dekat Olenivka.
Sementara, sebagian warga sipil yang ditahan berada di bekas penjara nomor 52, yang juga berada di dekat Olenivka.
Adapun, nasib dari para tentara Ukraina yang menyerah itu belum diketahui secara pasti.
Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu mengatakan, dari 265 tentara yang menyerah, 51 tentara terluka parah.
Kemudian, 51 tentara tersebut dibawa ke rumah sakit di Novoazovsk di wilayah Donetsk yang memisahkan diri dari Ukraina.
Namun, tetap saja nasib mereka masih belum jelas.
Sementara, Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Hanna Malyar mengatakan, akan ada prosedur pertukaran untuk kepulangan ratusan tentara tersebut.
Tetapi, ia mengakui proses pemulangan ratusan tentara tersebut tidak mudah.
"Prosedur pertukaran akan dilakukan untuk kepulangan mereka, tetapi Zelenskyy memperingatkan bahwa pekerjaan membawa anak-anak itu pulang membutuhkan kehalusan dan waktu," ujarnya, dikutip dari Al Jazeera.