TRIBUNNEWS.COM - Pria Inggris yang dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan proksi Rusia di Ukraina diberitahu bahwa eksekusi akan dilaksanakan, ujar keluarganya seperti dilansir The Guardian.
Aiden Aslin (28), bersama rekannya Shaun Pinner (48), dijatuhi hukuman mati atas tuduhan "terorisme" oleh pengadilan pro-Rusia di Republik Rakyat Donetsk (DPR).
Republik Rakyat Donetsk merupakan wilayah pro-Rusia yang telah memerdekakan diri dari Ukraina.
Aiden Aslin mengatakan kepada keluarganya bahwa para penangkapnya mengklaim tidak ada upaya dari pejabat Inggris untuk bernegosiasi untuknya.
Keluarganya mengatakan bahwa mereka telah berbicara dengan Aiden melalui panggilan telepon.
Aiden mengatakan dirinya diberitahu oleh petugas bahwa "waktu hampir habis".
Baca juga: 2 Relawan Militer Amerika Ditangkap di Ukraina, Rusia Tak Bisa Jamin Mereka Lolos dari Hukuman Mati
Nenek Aiden, Pamela Hall, mengatakan kepada BBC:
"Tidak bisa berkata apa-apa."
"Pasti menjadi mimpi terburuk bagi semua orang yang memiliki anggota keluarga diancam seperti itu."
"Aiden sangat marah ketika dia menelepon ibunya pagi ini."
"Intinya adalah Aiden mengatakan DPR telah memberitahunya bahwa tidak ada seorang pun dari Inggris yang melakukan kontak."
"Dia diberitahu bahwa dia akan dieksekusi."
"Saya harus percaya apa yang dikatakan Aiden kepada kami, bahwa jika DPR tidak mendapat tanggapan, maka mereka akan mengeksekusinya."
"Jelas, saya harap itu tidak benar."
Baca juga: Kisah Wanita Pengantin ISIS, Kabur Dari Inggris Saat 15 Tahun Kini Terancam Hukuman Mati
Menteri luar negeri, Liz Truss, membahas kasus Aslin dengan pejabat Ukraina sekitar dua minggu yang lalu.
Ia berbicara tentang upaya untuk mengamankan pembebasan tawanan perang yang ditahan oleh proksi Rusia dengan mitranya dari Ukraina, Dmytro Kuleba.
Truss menyebut hukuman mati itu "penghakiman palsu yang sama sekali tidak memiliki legitimasi".
Kantor Luar Negeri Inggris diketahui sedang menyelidiki kasus warga negaranya yang telah ditahan di Ukraina dan memberikan dukungan kepada keluarga Aslin dan Pinner.
Aslin dan Pinner, serta seorang warga Maroko bernama Saaudun Brahim, ditangkap pada bulan April lalu saat berperang di kota Mariupol.
Orang-orang itu merupakan tentara Ukraina pertama yang diadili oleh pasukan pro-Rusia.
Baca juga: Tak Dapat Pengampunan, Tiga Tentara Bayaran dari Inggris dan Maroko Bakal Hadapi Hukuman Mati
Aiden Aslin dan Shaun Pinner pindah ke Ukraina pada tahun 2018.
Mereka bertugas di angkatan bersenjata Ukraina selama beberapa tahun sebelum terjadi invasi Rusia.
Keduanya telah memiliki pasangan orang Ukraina dan menjadikan Ukraina sebagai rumah mereka.
Aslin menetap di kota selatan Mykolaiv dan memperoleh kewarganegaraan Ukraina, yang dia pegang bersama kewarganegaraan Inggrisnya.
Pengadilan proksi Rusia mengklaim bahwa kedua pria itu adalah "tentara bayaran", menuduh mereka dikirim untuk berperang dalam konflik asing demi uang.
Mereka didakwa melakukan berbagai kejahatan termasuk perebutan kekuasaan dengan kekerasan dan menjalani pelatihan untuk melakukan kegiatan teroris, menurut outlet berita Rusia RIA Novosti.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, baru-baru ini mengatakan kepada mahasiswa Inggris bahwa apa yang dilakukan Rusia terhadap dua pria Inggris itu adalah "kebiasaan tragis" dan "tidak ada pembenaran untuk tindakan seperti itu."
Pemerintah Inggris mengatakan mereka harus diperlakukan sebagai tawanan perang di bawah undang-undang yang ditetapkan dalam konvensi Jenewa.
Ukraina telah memberikan setidaknya tiga tentara Rusia hukuman penjara untuk kejahatan perang terkait dengan invasi yang dimulai pada 24 Februari.
Sumber pemerintah Inggris menyebut kepada BBC bahwa para menteri tidak mau bernegosiasi dengan Moskow secara langsung karena dapat berisiko memicu narasi palsu Rusia bahwa orang-orang itu adalah tentara bayaran.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)