TRIBUNNEWS.COM - Film dokumenter mengungkap percakapan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron jelang invasi Rusia ke Ukraina.
Obrolan melalui telepon itu terjadi empat hari sebelum Putin memerintahkan invasi ke Ukraina atau yang disebut Rusia sebagai operasi khusus.
Adapun diskusi antara dua pemimpin Eropa ini akan disiarkan dalam film dokumenter tentang penanganan Presiden Macron atas perang di Ukraina.
Film ini akan ditayangkan pada Kamis mendatang di France 2 TV.
Panggilan telepon itu terjadi pada tanggal 20 Februari 2022 pagi waktu Prancis.
Baca juga: Vladimir Putin Sebut Rusia Alihkan Rute Perdagangan ke China dan India
Baca juga: Swiss Geger, Bea Cukainya Temukan Indikasi Impor 3 Ton Emas dari Rusia Senilai 200 Juta USD
Adapun invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari 2022.
"Saya ingin Anda terlebih dahulu memberi saya pandangan Anda tentang situasinya dan mungkin secara langsung, seperti kebiasaan kita, beri tahu saya apa niat Anda," tanya Macron kepada Putin secara blak-blakan di awal percakapan, lapor SCMP.
"Apa yang bisa kukatakan? Anda sendiri yang melihat apa yang terjadi," balas Putin.
Dalam rekaman itu, ia menuduh Ukraina melanggar kesepakatan Minsk untuk mengurangi skala konflik pada 2014.
Putin juga mengecam Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, menuduh Kyiv mencari senjata nuklir.
"Faktanya, kolega kami yang terhormat, Tuan Zelensky, tidak melakukan apa pun (untuk menerapkan kesepakatan Minsk)," tuding Putin.
"Dia berbohong kepada Anda," tambahnya, menuduh Macron berusaha merevisi perjanjian Minsk.
"Saya tidak tahu apakah penasihat hukum Anda telah belajar hukum! Bagi saya, saya hanya melihat teksnya dan mencoba menerapkannya," dengus Macron.
Putin lantas berpendapat bahwa proposisi separatis di Ukraina timur harus diperhitungkan.
"Tapi kami tidak peduli dengan proposisi dari separatis," bentak Macron.
Terlepas dari ketegangan selama dialog itu, Macron juga berusaha berperan menjadi mediator.
Ia mengatakan akan mendesak Zelensky "menenangkan semua orang" bukan hanya Angkatan Bersenjata Ukraina tapi juga media sosial.
"Jangan menyerah pada provokasi dalam bentuk apa pun di jam-jam dan hari-hari mendatang," katanya kepada Putin.
Panggilan itu berakhir setelah Macron menyarankan kepada Putin untuk melakukan pertemuan puncak dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Putin tidak keberatan, tetapi juga tidak tampak tertarik untuk menentukan tanggal sambil bersikeras bahwa pertemuan itu harus dipersiapkan sepenuhnya.
Istana Kepresidenan Élysée setelah itu mengatakan kepada pers bahwa rencana pertemuan puncak antara Putin dan Biden telah disepakati, namun hal ini tidak pernah terjadi.
"Bagaimanapun, terima kasih Vladimir. Kita akan tetap berhubungan secara real time. Kalau ada apa-apa hubungi saya," kata Macron.
"Saya berterima kasih, Tuan Presiden," kata Putin menggunakan bahasa Prancis.
Saat itulah Putin mengungkapkan kepada Macron apa yang juga ada di pikirannya.
"Sejujurnya, saya ingin bermain hoki es. Di sini saya berbicara kepada Anda dari aula olahraga sebelum memulai aktivitas fisik. Tapi pertama-tama saya akan berbicara dengan penasihat saya," kata pemimpin Rusia itu.
Empat hari kemudian pada 24 Februari, Rusia melancarkan invasi.
Perang yang masih berkecamuk di Ukraina, kini telah memasuki bulan ke-4.
Macron masih melakukan panggilan lebih lanjut dengan Putin bahkan setelah invasi dimulai.
Presiden Prancis ini menuai kritikan dari Ukraina karena dinilai kurang tegas kepada Rusia.
Baca juga: Jokowi Akhir Juni Ini Akan Kunjungi Ukraina dan Rusia untuk Temui Zelenskyy Serta Vladimir Putin
Baca juga: Rusia Rekrut Pekerja Konstruksi, Guru hingga Politisi untuk Bangum Kembali Ukraina
Pernyataannya yang menyebut Moskow tidak boleh dipermalukan setelah konflik berakhir, sempat membuat Kyiv meradang.
Bersama beberapa pemimpin Eropa lainnya, Macron mengunjungi Kyiv baru-baru ini untuk mendukung Presiden Zelensky.
"Kami tidak meyakinkan dia dan dia (Putin) menginvasi Ukraina," kata Macron dalam dokumenter.
"Saya pikir kita bisa menemukan, melalui kepercayaan diri dan diskusi intelektual, jalan dengan Putin," tambahnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)