TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, mengatakan bahwa negaranya bangkrut.
Hal ini ia sampaikan di tengah krisis keuangan yang membuat masyarakat Sri Lanka kesulitan membeli makanan, obat, hingga bahan bakar.
Di hadapan anggota parlemen, PM Wickremesinghe menyebut kebangkrutan Sri Lanka menyulitkan negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF).
Dilansir CNN, Wickremesinghe menyebut pembicaraan dengan IMF untuk menghidupkan ekonomi Sri Lanka lebih rumit karena negara ini telah menjadi negara bangkrut, bukan negara berkembang.
"Kita sekarang berpartisipasi dalam negosiasi sebagai negara bangkrut. Oleh karena itu, kami harus menghadapi situasi yang lebih sulit dan rumit dari negosiasi sebelumnya," kata Wickremesinghe di parlemen.
"Karena negara kita dalam keadaan bangkrut, kita harus mengajukan rencana keberlanjutan utang kita ke (IMF) secara terpisah," tambahnya.
Baca juga: Cuaca Buruk, Pengiriman Gas ke Sri Lanka Tertunda hingga 9 Juli
"Hanya ketika mereka puas dengan rencana itu, kami dapat mencapai kesepakatan di tingkat staf. Ini bukan proses yang mudah," jelas perdana menteri.
Sri Lanka menderita krisis keuangan terburuk dalam tujuh dekade.
Cadangan devisanya anjlok ke rekor terendah dan dolar habis untuk membayar impor makanan, obat-obatan, hingga bahan bakar.
Imbasnya, sekolah di Sri Lanka ditangguhkan serta bahan bakar dibatasi untuk layanan penting.
Di sejumlah kota besar, salah satunya Kolombo, ratusan masyarakat harus mengantre berjam-jam untuk membeli BBM hingga tidak jarang terjadi bentrokan dengan aparat.
Pada Minggu (3/7/2022) lalu, Menteri Energi Kanchana Wijesekera mengatakan Sri Lanka hanya memiliki cadangan bahan bakar yang bahkan tidak cukup untuk sehari.
"Dalam hal bahan bakar dan makanan, negara kita akan menghadapi krisis ini pada suatu saat. Bahan bakar langka. Harga pangan naik," kata dia, menilai krisis internasional seperti perang Rusia di Ukraina telah memperburuk keadaan.
Perdana Menteri Wickremesinghe, pada Selasa (5/7/2022), mengatakan dia berharap bahwa laporan tentang restrukturisasi utang dan keberlanjutan akan diserahkan kepada IMF pada bulan Agustus.
Setelah ada kesepakatan, program bantuan pinjaman komprehensif akan disiapkan untuk jangka waktu empat tahun.
Pidato PM Wickremesinghe di parlemen sempat diinterupsi oleh anggota oposisi yang meneriakkan seruan "Harus pulang!".
Teriakan itu merujuk kepada Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, yang turut hadir.
Sejak krisis melanda berbulan-bulan yang lalu, publik Sri Lanka meminta agar Rajapaksa mengundurkan diri.
Ia dinilai salah urus ekonomi yang mengakibatkan Sri Lanka terjun dalam kondisi sulit.
Dalam forum itu, Wickremesinghe mengatakan pada akhir tahun ini inflasi akan naik menjadi 60 persen.
"Ini akan menjadi perjalanan yang sulit dan pahit," kata Wickremesinghe.
"Tapi kita bisa mendapatkan kelegaan di akhir perjalanan ini. Kemajuan bisa dicapai."
Baca juga: Sri Lanka Kenakan Biaya Tambahan 100 Persen untuk Beberapa Impor: Cokelat Dikenakan 200 Persen
Inggris Larang Bepergian ke Sri Lanka
Pemerintah Inggris melarang warganya bepergian ke Sri Lanka.
Kementerian Luar Negeri Inggris merilis imbauan agar masyarakat tidak bepergian ke Sri Lanka, kecuali perjalanan penting, pada Selasa (5/7/2022).
Imbauan ini dilakukan menyoroti dampak krisis ekonomi di negara tersebut.
Salah urus ekonomi dan dampak Covid-19 telah membuat negara berpenduduk 22 juta orang itu tidak dapat membayar impor penting berupa makanan, pupuk, obat-obatan, dan bahan bakar karena krisis dolar yang parah.
"Sri Lanka mengalami krisis ekonomi parah yang menyebabkan kekurangan kebutuhan dasar termasuk obat-obatan, gas untuk memasak, bahan bakar dan makanan," kata pemerintah Inggris, dikutip dari Reuters.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)