News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ancaman Indonesia Bikin Oposisi Malaysia Khawatir, Minta Perdana Menteri Segera Tangani Masalah TKI

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Perdana Menteri (PM) Malaysia Dato Sri Ismail Sabri Yaakob, di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/4/2022). Indonesia hentikan sementara pengiriman TKI ke Malaysia karena Malaysia tidak konsisten dengan MoU bersama.

TRIBUNNEWS.COM, MALAYSIA - Anggota Parlemen Malaysia dari oposisi, Lim Guan Eng mendesak Perdana Menteri Datuk Seri Ismail Sabri Yaakob untuk langsung mengambil alih  pembicaraan bilateral dengan Indonesia guna menyelesaikan kekurangan pekerja di negara itu.

Anggota Parlemen Bagan ini mengatakan intervensi pribadi perdana menteri dapat segera meyakinkan Indonesia untuk mencabut penangguhan pengiriman TKI Malaysia.

Menurut dia sejumlah sektor sangat bergantung pada tenaga kerja migran dan diharapkan nantinya bisa memacu pemulihan ekonomi pascapandemi di Malaysia.

“Perdana Menteri Ismail Sabri harus turun tangan secara pribadi menangani penangguhan pengiriman pekerja asing dari Indonesia baik untuk memperbaiki hubungan dengan Indonesia dan menunjang  pertumbuhan ekonomi (Malaysia) untuk melawan anjloknya ekonomi global yang diperkirakan pada akhir tahun,” kata Lim dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari MalaysiaMail pada Sabtu (16/7/2022). 

Baca juga: Komisi I DPR Nilai Tepat Keputusan Pemerintah Hentikan Sementara Pengiriman PMI ke Malaysia

Mantan menteri keuangan ini mencatat bahwa banyak bisnis domestik terpaksa mengurangi operasi mereka atau menolak pesanan baru karena kekurangan tenaga kerja.

Apalagi di tengah kondisi perekonomian saat ini dimana inflasi serta ringgit yang  terus terdepresiasi.

“Belum pernah situasi seburuk ini sebelumnya. Karena kita kekurangan 1,2 juta pekerja, industri perkebunan dan (industri) sarung tangan saja menghadapi kerugian 21 miliar ringgit Malaysia dan kerugian bisa mencapai puluhan miliar ringgit lebih jika sektor lain dimasukkan,” kata Lim.

Ketua Nasional DAP  ini mendesak perdana menteri untuk berhenti mendelegasikan persoalan ini kepada Kementerian Sumber Daya Manusia dan Kementerian Dalam Negeri dalam menyelesaikan masalah dengan Indonesia.

Ia menuding kedua kementerian tersebut tidak efisien dan tidak kompeten dalam melaksanakan nota kesepahaman dengan Indonesia tentang perekrutan tenaga kerja yang ditandatangani tiga bulan lalu.

“Ismail harus berhenti mendelegasikan masalah tetapi mengambil alih ketika ekonomi negara, komunitas bisnis dan rakyat menginginkan solusi segera,” kata Lim.

Pernyataan Perdana Menteri

Sebelumnya, Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Ismail Sabri Yaakob telah menginstruksikan Kementerian Sumber Daya Manusia (KSM) dan Kementerian Dalam Negeri (KDN) untuk segera menyelesaikan masalah nota kesepahaman (MoU) perekrutan tenaga kerja Indonesia yang ditandatangani antara kedua negara.

Ini disebut sebagai pangkal masalah Indonesia menghentikan sementara pengiriman TKI ke Malaysia.

Ismail Sabri mengatakan hal itu harus segera diselesaikan untuk menghindari masalah antara Malaysia dan Indonesia.

“Saya tidak mau (masalahnya) berlarut-larut. Saya katakan kepada mereka untuk menyelesaikannya dengan cepat karena saya khawatir jika kita gagal melakukannya, kita akan memiliki masalah dengan Indonesia, ”katanya kepada wartawan setelah meresmikan Program Kepemilikan Rumah dan Karnaval Jom Beli Rumah kemarini.

Saat ditanya lebih lanjut, dia membantah MoU akan dibatalkan.

Yang Dipersoalkan Indonesia

Indonesia membekukan sementara pengiriman tenaga kerja ke Malaysia karena negara itu dinilai tidak menghormati nota kesepahaman yang ditandatangani pada April 2022.

Direktur Perlindungan Warga Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, dalam jumpa pers, Kamis (14/7/32022) menjelaskan pada 1 April lalu Indonesia dan Malaysia telah menandatangani sebuah nota kesepahaman mengenai penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Dalam nota kesepahaman tersebut, khususnya di Pasal 3 dan Appendiks C, disepakati bahwa penempatan pekerja migran sektor domestik dari Indonesia ke Malaysia dilakukan melakui satu kanal.

Sistem ini menjadi satu-satunya mekanisme yang sah untuk merekrut dan menempatkan pekerja migran sektor domestik asal Indonesia di Malaysia.

Namun, lanjut Judha, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di ibu kota Kuala Lumpur menemukan beberapa bukti yang menunjukkan Malaysia masih menerapkan “Maid Online,” sistem perekrutan lewat internet yang tidak ada dalam nota kesepahaman antara kedua negara.

Perekrutan secara online tersebut membuat pekerja migran Indonesia rentan dieksploitasi dan jelas melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran.

Ini dikarenakan sistem “Maid Online” itu membuat pekerja migran Indonesia masuk ke Malaysia tanpa melalui pelatihan, tidak memahami kontrak kerja, dan datang menggunakan visa turis yang kemudian diubah menjadi visa kerja.

Kementerian dan lembaga terkait sudah mengadakan rapat untuk menyikapi persoalan itu.

"Dan diputuskan untuk menghentikan sementara waktu penempatan PMI (pekerja migran Indonesia) ke Malaysia hingga terdapat klarifikasi dari Pemerintah Malaysia termasuk komitmen untuk menghentikan mekanisme sistem Maid Online untuk penempatan PMI sektor domestik ke Malaysia," kata Judha.

Judha menambahkan, keputusan pemerintah tersebut sudah disampaikan secara resmi oleh KBRI di Kuala Lumpur kepada Kementerian Sumber Manusia Malaysia.

Menurutnya, Kementerian Sumber Manusia Malaysia pada hari Rabu (13/7/2022) telah menerbitkan pernyataan pers yang menyatakan akan segera membahas isu ini dengan Kementerian Dalam Negeri Malaysia, karena sistem “Maid Online” ini berada di bawah kementerian tersebut.

Judha mengatakan sejak penandatanganan nota kesepahaman 1 April lalu, proses penempatan memang belum dilakukan.

Sejauh ini permintaan pekerja migran yang telah diterima lewat “Maid Online” mencapai 15.000-20.000, di mana sekitar 10.000 adalah permintaan dari sektor perkebunan dan manufaktur.

Sumber: MalaysiaMail/Kompas.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini