TRIBUNNEWS.COM - Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengatakan perang di Ukraina harus diakhiri dengan pembebasan Krimea yang dulu dicaplok Rusia.
Zelensky mengatakan hal ini menyusul serangkaian ledakan di pangkalan udara Rusia di Krimea, yang menewaskan satu orang pada Selasa (9/8/2022).
Tanpa menyinggung soal penyerangan tersebut, Presiden Zelensky menegaskan bahwa Krimea adalah bagian dari Ukraina.
"Krimea adalah Ukraina dan kami tidak akan pernah menyerah," ujarnya.
Dilansir BBC, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan amunisi diledakkan di pangkalan udara Krimea.
Di sisi lain, Kyiv membantah tuduhan menjadi dalang di balik ledakan tersebut.
Baca juga: Moskow Tolak Seruan Zelensky soal Larangan Bepergian bagi Orang Rusia
Secara internasional, Krimea diakui sebagai bagian dari wilayah Ukaraina.
Namun semenanjung Laut Hitam itu dianeksasi oleh Rusia pada tahun 2014 setelah referendum yang dianggap tidak sah oleh komunitas global.
Banyak publik Ukraina memandang peristiwa ini sebagai awal konflik dengan Rusia.
Pada Selasa lalu, serangkaian ledakan mengguncang pangkalan militer Saky dekat Novofedorivka, di barat Krimea.
Lokasi pangkalan itu dekat dengan kawasan wisata resor tepi laut, yang populer di kalangan turis Rusia.
Novofedorivka dan Saky berjarak sekitar 50 km utara pelabuhan Sevastopol, rumah Armada Laut Hitam Rusia, yang memimpin blokade garis pantai Ukraina.
Pangkalan udara itu telah digunakan oleh Rusia untuk melancarkan serangan terhadap sasaran jauh di dalam Ukraina.
Rekaman di media sosial menunjukkan pengunjung pantai berlarian saat ledakan terjadi.
Saksi mata mengaku mendengar setidaknya 12 kali ledakan.
Departemen Kesehatan Krimea mengatakan satu warga sipil tewas dan delapan lainnya terluka.
Kementerian Pertahanan Rusia bersikeras bahwa ledakan itu disebabkan oleh amunisi yang meledak di sebuah toko, namun tidak menyulut api.
Penasihat presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak, membantah Kyiv bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Setiap serangan ke Krimea oleh Ukraina akan direspons serius oleh Moskow.
Bulan lalu, mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev mengancam akan terjadi "hari kiamat" jika Ukraina berani menargetkan Krimea.
Dalam pidatonya pada Selasa malam, Zelensky membahas Krimea namun tidak menyinggung soal serangkaian ledakan di pangkalan militer Rusia.
"Kami tidak akan lupa bahwa perang Rusia melawan Ukraina dimulai dengan pendudukan Krimea."
"Perang Rusia ini dimulai dengan Krimea dan harus diakhiri dengan Krimea - dengan pembebasannya," tegasnya.
Rusia Caplok Krimea
Baca juga: Rusia Rekrut Napi Pembunuhan untuk Perang, Janjikan Amnesti hingga Bayar Nyawa Mereka dengan Rp1,2 M
Moskow mencaplok Krimea pada Maret 2014, setelah wilayah yang mayoritas warganya berbahasa Rusia itu, memilih bergabung dengan Rusia dalam sebuah referendum.
Namun referendum tersebut dipandang tidak sah oleh Ukraina dan Barat.
Pemungutan suara dalam referendum dilakukan secara cepat, setelah pasukan Rusia mengambil alih sejumlah titik strategis di sekitar semenanjung tersebut.
Protes pro-Eropa pecah selama berbulan-bulan menyusul pencaplokan Krimea.
Buntutnya, terjadi penggulingan presiden Ukraina yang didukung Rusia.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)