TRIBUNNEWS.COM - Pihak berwenang mengungkapkan serangan bom dan serangkaian pembakaran melanda setidaknya di 17 titik lokasi di Thailand pada Rabu (17/8/2022).
Insiden ini tampaknya merupakan serangkaian serangan terkoordinasi.
Berdasarkan pernyataan kepolisian dan militer, tujuh orang terluka dalam serangan tersebut.
Dilansir CNN, peristiwa ini terjadi lewat tengah malam dan menargetkan toko serba ada (toserba) dan sebuah pompa bensin di tiga provinsi.
Sejauh ini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Provinsi-provinsi di Thailand selatan di sepanjang perbatasan dengan Malaysia telah menyaksikan pemberontakan tingkat rendah selama beberapa dekade.
Baca juga: Pemimpin Senior Taliban Pakistan Tewas dalam Serangan Bom di Afghanistan
Pemerintah Thailand telah memerangi kelompok-kelompok bayangan yang mencari kemerdekaan untuk provinsi-provinsi yang berpenduduk mayoritas Muslim di Pattani, Yala, Narathiwat dan sebagian Songkhla.
Lebih dari 7.300 orang tewas dalam konflik itu sejak 2004, menurut kelompok Deep South Watch, yang memantau kekerasan itu.
Pembicaraan damai yang dimulai pada tahun 2013 telah menghadapi gangguan berulang.
Dialog pemerintah dengan Barisan Revolusi Nasional
Serangan hari Rabu terjadi setelah pemerintah Thailand awal tahun ini memulai kembali diskusi dengan kelompok pemberontak utama, Barisan Revolusi Nasional, setelah jeda dua tahun karena pandemi.
Dikutip Reuters, Organisasi Persatuan Pembebasan Patani (PULO), yang dikesampingkan dari putaran terakhir pembicaraan, melakukan pemboman selama bulan suci Ramadhan, mengklaim dialog itu tidak inklusif.
Baca juga: Harga Mie Instan di Thailand Bakal Naik Ke Level Tertinggi Sejak 14 Tahun Terakhir
Pemerintah telah mengatakan siap untuk berbicara dengan semua kelompok.
Pemimpin organisasi itu, Kasturi Makhota, mengatakan kepada Reuters bahwa serangan hari Rabu "tidak ada hubungannya dengan PULO."
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)