Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Sekitar 60 persen pabrik di Inggris berada pada risiko 'ditutup', karena tagihan energi di seluruh negara itu terus meroket.
Hal ini berdasar pada jajak pendapat yang dilakukan oleh MakeUK, sebuah kelompok lobi untuk pabrik-pabrik di Inggris.
Dikutip dari laman Russia Today, Minggu (4/9/2022), menurut MakeUK, hampir setengah dari produsen telah melihat tagihan listrik melonjak lebih dari 100 persen selama setahun terakhir.
"Krisis saat ini membuat bisnis menghadapi pilihan yang sulit, pengurangan produksi atau tutup toko secara total bisa jadi pilihan jika bantuan tidak segera datang," kata MakeUK.
Perlu diketahui, pihak berwenang Inggris telah berada di bawah tekanan kuat selama setahun terakhir untuk mengatasi krisis energi.
Baca juga: Jepang Memulai Kerja Sama dengan Inggris Buat Pesawat Tempur, Biaya Pengembangan Capai Triliunan Yen
Beberapa putaran langkah dukungan pum diluncurkan untuk membantu konsumen dan bisnis dalam mengatasi biaya yang melonjak.
Menurut indeks manajer pembelian yang diterbitkan oleh S&P Global, sektor pabrik negara itu telah menurun.
Survei MakeUK menunjukkan bahwa sebanyak 13 persen pabrik telah mengurangi jam operasional mereka atau menghindari periode puncak, dengan 7 persen menghentikan produksi untuk jangka waktu yang lebih lama.
"Tindakan darurat diperlukan oleh pemerintah baru. Kami sudah tertinggal dari pesaing global kami," kata CEO MakeUK Stephen Phipson.