Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWA.COM, SAINT JOHNS - Antigua dan Barbuda disebut akan memilih apakah akan menjadi negara republik atau tetap berada di bawah pemerintahan Kerajaan Inggris, setelah kematian Ratu Elizabeth II pada 8 September lalu.
Pernyataan ini disampaikan Perdana menteri (PM) negara itu, Gaston Browne.
Ia mengatakan referendum kemungkinan dapat dilakukan dalam waktu 3 tahun.
Namun dirinya menekankan bahwa langkah itu bukan merupakan tindakan permusuhan.
Dikutip dari laman BBC, Selasa (13/9/2022) ia memberikan tanggapan setelah Charles III dikukuhkan sebagai Raja dan kepala negara Karibia.
Browne menuturkan bahwa dirinya bermaksud untuk memperkenalkan referendum jika terpilih kembali sebagai perdana menteri tahun depan.
Baca juga: Biden Disebut Boleh Bawa Mobil Lapis Baja ke Pemakaman Ratu Elizabeth II, Pejabat Lainnya Naik Bus
Sebelumnya, Australia mengesampingkan pemungutan suara serupa dalam 4 tahun ke depan.
Kematian Ratu Eilzabeth II memang telah menyalakan kembali perdebatan monarki Australia dan PM Anthony Albanese yang terpilih pada Mei lalu adalah seorang republikan.
Kendati merupakan seorang Republikan yang memiliki misi untuk mendorong referendum bagi Australia, ia mengesampingkan jajak pendapat dalam masa jabatan pertamanya.
"Pertanyaan yang lebih besar tentang konstitusi kita bukanlah pertanyaan untuk periode saat ini. Ini adalah periode di mana kita berbagi kesedihan yang dirasakan begitu banyak orang Australia saat ini, menunjukkan rasa hormat dan kekaguman kita yang mendalam atas kontribusi Ratu untuk Australia," kata Albanese.
Baca juga: Meninggalnya Ratu Elizabeth II Jadi Momen Republikan Australia Serukan Referendum
Perlu diketahui, selain Inggris, Raja Charles III menjabat sebagai kepala negara di 14 negara persemakmuran termasuk Antigua dan Barbuda, Australia, Bahama, Belize, Kanada, Grenada, Jamaika, Selandia Baru, Papua Nugini, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadines, Kepulauan Solomon serta Tuvalu.
Namun, saat ini banyak negara persemakmuran yang kembali mempertimbangkan peran monarki, dengan Browne mengatakan bahwa menjadi negara Republik akan menandai 'langkah terakhir untuk menyelesaikan lingkaran kemerdekaan demi menjadi negara yang benar-benar berdaulat'.
Tahun lalu, Barbados mengambil sumpah Presiden pertamanya setelah sang Ratu dilengserkan sebagai kepala negara oleh parlemen negara itu.
Baca juga: Selandia Baru Umumkan Hari Libur Nasional untuk Peringati Wafatnya Ratu Elizabeth II
Dame Sandra Mason, Gubernur Jenderal pulau itu yang menjabat sejak 2018, diangkat sebagai Presiden terpilih Barbados setelah pemungutan suara di parlemen.
Ia pun menjadi Presiden pertama Barbados saat usianya mencapai 72 tahun.
Lalu di Jamaika, Partai Buruh yang berkuasa mengatakan bahwa tujuan mereka adalah mengadakan referendum untuk menjadi Republik.