TRIBUNNEWS.COM - Militer Myanmar menembaki sekolah, yang menurut mereka gedung itu dijadikan markas pemberontak untuk menyerang pasukannya, lapor media dan penduduk pada Senin (19/9/2022).
Dilaporkan CNN, sedikitnya enam anak tewas dan 17 anak luka-luka dalam insiden tersebut.
Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi rincian kekerasan yang terjadi di Desa Let Yet Kone, wilayah Sagaing tengah pada hari Jumat.
Namun, menurut laporan di portal berita Mizzima dan Irrawaddy, helikopter tentara telah menembaki sekolah yang bertempat di sebuah biara Buddha di desa tersebut.
Beberapa anak tewas di tempat oleh penembakan itu, sementara yang lain meninggal setelah pasukan memasuki desa, kata laporan itu.
Dua warga, yang menolak disebutkan namanya demi keamanan, mengatakan melalui telepon, mayat-mayat itu kemudian diangkut oleh militer ke kotapraja yang berjarak 11 kilometer dan dikuburkan.
Baca juga: Menlu Indonesia dan Thailand Bertemu di New York Bahas Myanmar & ASEAN
Gambar yang diunggah di media sosial menunjukkan apa yang tampak seperti kerusakan termasuk lubang peluru dan noda darah di sebuah gedung sekolah.
Dalam sebuah pernyataan, militer mengatakan Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA), sebuah kelompok pemberontak, dan Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF), sebuah organisasi payung gerilyawan bersenjata yang disebut junta sebagai "teroris", telah bersembunyi di biara dan menggunakan desa untuk mengangkut senjata di daerah tersebut.
"Pasukan keamanan yang dikirim dengan helikopter telah melakukan inspeksi mendadak dan diserang oleh PDF dan KIA di dalam rumah dan biara," kata militer.
Dikatakan pasukan keamanan telah menanggapi dan mengatakan beberapa penduduk desa tewas dalam bentrokan dan yang terluka dibawa ke rumah sakit umum untuk perawatan.
Pernyataan itu menuduh kelompok bersenjata menggunakan penduduk desa sebagai perisai manusia dan mengatakan bahwa senjata termasuk 16 bom buatan tangan kemudian disita.
Dalam sebuah pernyataan setelah kekerasan hari Jumat, pemerintah bayangan pro-demokrasi Myanmar, ang dikenal sebagai Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), menuduh junta melakukan "serangan yang ditargetkan" di sekolah-sekolah.
NUG juga menyerukan pembebasan 20 siswa dan guru yang dikatakan telah ditangkap setelah serangan udara tersebut.
Serangan kekerasan yang terdokumentasi di sekolah melonjak menjadi sekitar 190 pada tahun 2021 di Myanmar dari 10 tahun sebelumnya, menurut Save the Children, sebuah organisasi non-pemerintah.