TRIBUNNEWS.COM - Setelah Presiden Vladimir Putin mengumumkan mobilisasi parsial, arus massa yang ingin keluar dari Rusia semakin meningkat.
Dilaporkan antrean panjang kendaraan terus terbentuk di penyeberangan perbatasan Rusia pada hari kedua mobilisasi militer Vladimir Putin.
Bahkan beberapa orang menunggu lebih dari 24 jam karena para pemimpin barat tidak setuju apakah Eropa harus menyambut mereka yang melarikan diri dari panggilan untuk berperang di Ukraina.
Keputusan Presiden Rusia untuk mengumumkan mobilisasi pertama sejak Perang Dunia Kedua telah menyebabkan gaduh di negara tersebut.
Banyak pria yang masuk usia militer buru-buru meninggalkan Rusia.
Seorang saksi mata di perbatasan dengan Georgia, mengatakan beberapa pria terpaksa menggunakan sepeda dan skuter untuk melewati antrean panjang kemacetan lalu lintas.
Baca juga: Rusia Segera Gelar Referendum di Empat Wilayah Ukraina yang Sudah Dikuasai
Diketahui Georgia merupakan rute populer yang digunakan oleh orang Rusia untuk meninggalkan negara tersebut, dikutip dari The Guardian, Jumat (23/9/2022).
“Saya sudah menunggu di mobil saya sejak Kamis sore,” kata Anton, yang menolak menyebutkan nama keluarganya atau nama belakangnya karena khawatir akan mempersulit perjalanannya.
“Semua orang khawatir bahwa perbatasan akan ditutup pada saat kita mendekatinya,” tambahnya.
Biasanya, penyeberangan perbatasan yang sepi ke Kazakhstan dan Mongolia, juga telah diliputi oleh gelombang tiba-tiba orang Rusia yang mencari jalan keluar.
Sementara itu, perbatasan internasional Rusia tetap terbuka untuk saat ini, tetapi ada kekhawatiran yang meluas bahwa Putin akan memberlakukan darurat militer minggu depan dalam upaya untuk mencegah arus keluar lebih lanjut.
Grup media sosial pun juga ramai muncul menawarkan saran tentang cara melarikan diri dari Rusia.
Sementara, situs berita independen yang beroperasi dari luar negara memberikan daftar ke mana harus melarikan diri sekarang dari Rusia.
Baca juga: Mengapa 4 Wilayah Ukraina Gelar Referendum untuk Bergabung dengan Rusia? Ini yang Perlu Diketahui
Sementara itu, ada seruan di barat untuk membalikkan beberapa pembatasan perjalanan yang diberlakukan di Rusia setelah invasi negara itu pada 23 Februari.
“Ini mungkin saatnya untuk memikirkan kembali masalah visa ke Rusia … Membantu orang-orang yang ingin melarikan diri dari mobilisasi akan menjadi keputusan yang baik secara kemanusiaan dan militer,” cuit Gérard Araud, seorang diplomat veteran Prancis dan mantan duta besar untuk AS.
Jerman pada hari Jumat, membuka pintu untuk kemungkinan mengizinkan pembelot Rusia memasuki negaranya, dengan mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik laporan bahwa banyak orang Rusia tidak ingin berperang di Ukraina.
“Banyak orang Rusia yang sekarang dipanggil tidak mau ambil bagian dalam perang ini. Ini pertanda baik,” kata seorang juru bicara pemerintah kepada wartawan pada konferensi pers.
“Jalan harus dibiarkan terbuka bagi orang Rusia untuk datang ke Eropa dan juga ke Jerman,” tambah mereka.
Baca juga: Putin Deklarasikan Mobilisasi Parsial, Rusia Mulai Kewalahan Hadapi Pasukan Ukraina?
Tetapi, tiga negara Baltik dan Polandia, negara-negara yang awal pekan ini menutup perbatasan mereka untuk sebagian besar orang Rusia, sejauh ini menolak menawarkan perlindungan kepada orang-orang Rusia yang melarikan diri.
Menteri Pertahanan Lithuania, Arvydas Anušauskas, pada hari Kamis, mengatakan “direkrut menjadi tentara tidak cukup” menjadi alasan bagi Rusia untuk mendapatkan suaka di negaranya, yang berbatasan dengan eksklave Rusia Kaliningrad.
"Penolakan untuk memenuhi kewajiban sipil seseorang di Rusia atau keinginan untuk melakukannya tidak merupakan alasan yang cukup untuk diberikan suaka di negara lain," menteri luar negeri Estonia, Urmas Reinsalu, mengatakan kepada Reuters.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)