TRIBUNNEWS.COM - Gelombang protes terjadi di Iran buntut kematian seorang gadis, Mahsa Amini (22), pasca-ditangkap polisi moral lantaran dinilai melanggar aturan berhijab.
Mahsa Amini, yang berasal dari Saqqes di Provinsi Kurdistan, ditangkap saat ia berada di Teheran bersama keluarganya pada Selasa (13/9/2022).
Ia kemudian ditahan, namun dijanjikan akan pulang selama beberapa hari ke depan setelah mendapat bimbingan dari otoritas terkait.
Mahsa Amini dituduh telah melanggar hukum yang mewajibkan perempuan Iran untuk menutupi rambut menggunakan jilbab, serta lengan dan kaki mereka mengenakan pakaian longgar, sebagaimana dilansir BBC.
Seorang saksi menuduh petugas memukulinya, tetapi Brigjen Polisi Hossein Rahimi membantah "tudingan pengecut" itu.
Saksi itu mengatakan Mahsa Amini dipukuli ketika berada di dalam mobil polisi yang membawanya ke pusat penahanan.
Baca juga: Profil Mahsa Amini, Wanita yang Tewas di Tangan Polisi hingga Memicu Protes Massal di Iran
Wanita malang itu mengembuskan napas terakhirnya setelah menjalani perawatan intensif selama 48 jam di rumah sakit karena dilaporkan mengalami gejala stroke dan epilepsi saat ditahan.
"Dia tiba-tiba mengalami gangguan jantung saat ditemani orang lain yang (juga) menerima bimbingan (dan) segera dibawa ke rumah sakit menggunakan layanan darurat," kata televisi pemerintah melaporkan, Jumat (16/9/2022), dikutip dari AlJazeera.
Pengumuman itu disampaikan satu hari setelah polisi Teheran mengonfirmasi telah menahan Mahsa Amini bersama wanita lain yang melanggar aturan soal berhijab.
Polisi sendiri telah mengatakan Mahsa Amini meninggal karena mengalami gangguan jantung.
Mereka merilis rekaman CCTV yang menunjukkan seorang wanita, yang mereka identifikasi sebagai Mahsa Amini, berbicara dengan seorang pejabat wanita yang mengambil pakaiannya, .
Ia kemudian terlihat memegang kepalanya dan ambruk ke tanah.
Pada Sabtu (17/9/2022), Menteri Dalam Negeri mengatakan Mahsa Amini "tampaknya memiliki masalah kesehatan sebelumnya."
Tetapi, sang ayah mengungkapkan kepada outlet berita pro-reformasi pada Minggu (18/9/2022), bahwa Mahsa Amini "sehat dan tidak memiliki masalah kesehatan".
Ia juga mengatakan putrinya menderita memar di kakinya dan rekaman CCTV menunjukkan "versi yang diedit" dari peristiwa tersebut.
Baca juga: Iran Tutup Layanan WhatsApp dan Instagram di Tengah Protes Kematian Mahsa Amini
Pada Senin (19/9/2022), Brigjen Rahimi menyatakan simpati kepada keluarga Mahsa Amini, tetapi bersikeras bahwa ia tidak menderita luka fisik.
"Bukti menunjukkan bahwa tidak ada kelalaian atau perilaku yang tidak pantas dari pihak polisi," katanya kepada wartawan.
Pemakaman Mahsa Amini digelar pada Sabtu, dihadiri ribuan demonstran dari berbagai daerah untuk memberi dukungan pada keluarganya.
Ayah Mahsa Amini Sebut Otoritas Iran Bohong
Ayah dari Mahsa Amini menuduh pihak berwenang berbohong tentang kematian putrinya.
Di saat yang sama, aksi protes meluas meskipun pemerintah berupaya untuk mengekang perbedaan pendapat dengan pemadaman internet.
Dilansir Tribunnews.com, ayah Mahsa Amini, Amjad Amini, mengatakan dokter sempat menolak mengizinkan dirinya untuk melihat putrinya setelah kematiannya.
Pejabat Iran mengklaim Mahsa Amini meninggal setelah mengalami "serangan jantung" dan koma.
Tetapi, keluarganya mengatakan Mahsa Amini tidak memiliki penyakit jantung sebelumnya, menurut berita Emtedad, outlet media pro-reformasi Iran.
Skeptisisme publik atas laporan pejabat tentang kematian Mahsa Amini telah memicu gelombang kemarahan yang berujung ricuh.
Baca juga: Ayah Mahsa Amini Sebut Otoritas Iran Berbohong soal Kematian Putrinya, Aksi Protes Terus Meluas
"Mereka berbohong. Mereka berbohong. Semuanya bohong… tidak peduli berapa kali saya memohon, mereka tidak mengizinkan saya melihat putri saya,” kata Amjad Amini kepada BBC Persia, Rabu (21/9/2022).
Ketika Amjad Amini melihat tubuh putrinya menjelang pemakamannya, jasad Mahsa Amini seluruhnya dibungkus kecuali kaki dan wajahnya, meskipun terlihat ada memar di kaki.
"Saya tidak tahu apa yang mereka lakukan padanya," katanya.
Setidaknya 50 Orang Tewas
Kematian Mahsa Amini memicu gelombang protes di sejumlah wilayah Iran.
Hingga Jumat (23/9/2022), setidanya 50 orang dilaporkan tewas akibat tindakan keras oleh pasukan keamanan Iran terhadap protes yang meletus, sebuah LSM mengatakan.
LSM Hak Asasi Manusia Iran (IHR) yang berbasis di Oslo, mengatakan jumlah korban bertambah setelah enam orang tewas ditembak pasukan keamanan di Kota Rezvanshahr di Provinsi Gilan utara pada Kamis (22/9/2022) malam, dengan kematian lainnya tercatat di Babol dan Amol, juga di Iran utara.
Ada protes di sekitar 80 kota dan pusat kota lainnya sejak demonstrasi dimulai satu minggu lalu, tambahnya.
Kelompok-kelompok hak asasi juga melaporkan kematian di wilayah Kurdistan utara, tempat Mahsa Amini berasal.
"Setidaknya 50 orang telah tewas sejauh ini, dan orang-orang terus memprotes hak-hak dasar dan martabat mereka," kata Direktur IHR, Mahmood Amiry-Moghaddam, kepada AFP, dikutip AlArabiya.
Baca juga: Iran Batasi Akses WhatsApp dan Instagram, Imbas Aksi Protes untuk Mahsa Amini
“Masyarakat internasional harus mendukung rakyat Iran melawan salah satu rezim paling represif di zaman kita,” tambahnya.
Jumlah korban tewas resmi dari bentrokan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang Iran tetap, sedikitnya 17, termasuk lima personel keamanan.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ayah Mahsa Amini Sebut Otoritas Iran Berbohong soal Kematian Putrinya, Aksi Protes Terus Meluas
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Tiara Shelavie)