TRIBUNNEWS.COM - Presiden China, Xi Jinping, tampak mengunjungi sebuah pameran di Beijing pada Selasa (27/9/2022).
Kunjungan tersebut menjadi kemunculan pertama Xi Jinping sejak kembali ke China dari Asia tengah pada pertengahan September.
Dikutip dari Al Jazeera, kemunculan Xi Jinping tersebut menghilangkan desas-desus yang beredar bahwa dirinya berada di bawah tahanan rumah.
Xi Jinping telah asben dari publik sejak ia kembali ke China dari pertemuan puncak di Uzbekistan.
Ketidakmunculan Xi Jinping tersebut mendorong spekulasi yang tidak berdasar tentang kudeta militer di Beijing.
Sejak kembali ke China, spekulasi media sosial mulai mengklaim bahwa Xi Jinping telah digulingkan setelah kudeta militer.
Pejabat dari Partai Komunis China yang berkuasa tidak menanggapi desas-desus tersebut saat mereka bersiap untuk kongres lima tahunan yang akan dimulai pada 16 Oktober.
Baca juga: Xi Jinping Akhirnya Muncul ke Publik, Tepis Rumor Tahanan Rumah hingga Kudeta Militer
Kongres Partai Komunis
Dikutip dari The Guardian, kongres Partai Komunis China (PKC) dimulai pada 16 Oktober.
Acara tersebut digelar secara tertutup di Aula Besar Rakyat Beijing.
Ini merupakan pertemuan terpenting dalam siklus politik lima tahun di negara satu partai tersebut.
Xi Jinping siap untuk mengamankan masa jabatan ketiga, dan partai tersebut akan membangkitkan kembali gelar 'pemimpin rakyat', yang tidak digunakan sejak Mao Zedong.
Sebelum pertemuan PKC dilakukan pembersihan pejabat senior yang diduga melakukan korupsi.
Adapun pejabat yang ditangkap yakni mantan Wakil Menteri Keamanan Publik Sun Lijun, mantan Menteri Kehakiman Fu Zhenghua, dan mantan Kepala Polisi Shanghai, Chongqing dan Shanxi.
Penahanan tersebut merupakan pembersihan politik terbesar China dalam beberapa tahun.
Pada hari Minggu, media pemerintah mengumumkan daftar 2.300 delegasi komite pusat PKC.
Pada daftar tersebut tercantum nama Xi Jinping.
Hal ini semakin membantah rumor media sosial tentang kudeta militer di Beijing.
Rumor tersebut awalnya dipicu dari video tanpa sumber yang berisi kendaraan militer dan pembatalan penerbangan.
(Tribunnews.com/Enggar Kusuma)