Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Rasio lowongan kerja terhadap pelamar aktif di Jepang naik untuk bulan kedelapan berturut-turut menjadi rata-rata 1,32 kali secara nasional.
"Hal ini karena peningkatan lowongan pekerjaan di industri akomodasi selama liburan musim panas tanpa batasan pergerakan," ungkap sumber Tribunnews.com di Kementerian Kesehatan dan Tenaga Kerja Jepang, Jumat (30/9/2022).
Baca juga: Mantan Anggota Bela Diri Darat Jadi Korban Pelecehan Seksual, Pimpinan SDF Jepang Meminta Maaf
Menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan, rasio efektif penawaran kerja terhadap pencari kerja--yang menunjukkan jumlah lowongan kerja untuk setiap orang yang mencari pekerjaan--rata-rata 1,32 secara nasional pada bulan Agustus 2022.
Angka itu 0,03 poin lebih tinggi dari bulan sebelumnya (Juli 2022) dan naik selama delapan bulan berturut-turut.
Selain itu, jumlah lowongan pekerjaan baru yang diposting oleh perusahaan ke Hello Work meningkat 15,1 persen dibandingkan Agustus tahun lalu.
Membandingkan lowongan pekerjaan baru berdasarkan industri dari Agustus tahun lalu, layanan akomodasi dan makanan meningkat 51,1 persen, layanan terkait kehidupan dan hiburan meningkat 28,9 persen, dan grosir dan eceran meningkat 18,7 persen.
Dilihat dari rasio lowongan kerja terhadap pelamar aktif menurut prefektur, yang tertinggi adalah Prefektur Fukui sebesar 2,04 kali, diikuti oleh Prefektur Shimane sebesar 1,88 kali dan Prefektur Gifu sebesar 1,77 kali.
Yang terendah adalah 1,04 kali di Prefektur Okinawa, 1,07 kali di Prefektur Kanagawa, 1,09 kali di Prefektur Osaka, dan semua prefektur melebihi 1 kali.
"Artinya yang paling susah mencari kerja saat ini sebenarnya di Okinawa, dan paling banyak lowongan kerja, perekonomiannya mulai bangkit di Fukui," tambahnya.
"Pada bulan Agustus, ini adalah liburan musim panas pertama tanpa pembatasan pergerakan dalam tiga tahun, dan jumlah wisatawan meningkat, dan jumlah tawaran pekerjaan di industri akomodasi meningkat," kata Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan.
Di sisi lain, perusahaan diharapkan untuk menunda perekrutan karena kenaikan biaya akibat melonjaknya harga bahan baku.