News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Rusia Serang Rombongan Warga Ukraina yang akan Jemput Kerabat dari Wilayah Pendudukan Moskow

Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tentara Rusia berpatroli di teater drama Mariupol - Pasukan Rusia menyerang rombongan warga Ukraina yang akan menjemput kerabat mereka dari wilayah yang diduduki Moskow.

TRIBUNNEWS.COM - Rusia melancarkan serangan di Kota Zaporizhzhia, Ukraina pada Jumat (30/9/2022).

Gubernur Regional Zaporizhzhia Oleksandr Starukh membuat pengumuman dalam sebuah pernyataan online pada hari Jumat.

Dia mengatakan serangan Rusia menewaskan sedikitnya 23 orang dan melukai 28 orang.

Pasukan Rusia telah menargetkan rombongan warga Ukraina yang sedang melakukan perjalanan menuju wilayah pendudukan Moskow, jelas Starukh.

Starukh menggunggah foto kendaraan yang terbakar dan mayat tergeletak di jalan.

Mereka yang berada dalam rombongan berencana menjemput kerabat mereka dan kemudian membawa mereka ke tempat yang aman, kata Starukh.

Baca juga: Finlandia Tolak Warga Rusia Masuk setelah Terjadi Lonjakan Kedatangan akibat Mobilisasi

Serangan itu terjadi saat Rusia bersiap untuk mencaplok empat wilayah Ukraina, hanya beberapa jam sebelum Moskow berencana mencaplok lebih banyak Ukraina dalam eskalasi perang tujuh bulan.

Pencaplokan dan konser perayaan yang direncanakan dan rapat umum di Moskow dan wilayah pendudukan akan terjadi beberapa hari setelah para pemilih menyetujui "referendum" yang dikelola Rusia.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan empat wilayah Ukraina, yakni Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia, akan digabungkan ke Rusia selama upacara Kremlin yang dihadiri oleh Presiden Vladimir Putin.

Putin akan memberikan pidato penting dalam upacara itu dan para administrator wilayah pro-Moskow menandatangani perjanjian untuk bergabung dengan Rusia di St George's Hall yang penuh hiasan di Kremlin.

Sebagai tanggapan yang jelas, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengadakan pertemuan darurat pada hari Jumat di Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasionalnya.

Zelensky juga berupaya memanfaatkan sentimen anti-perang di Rusia dengan mengeluarkan video khusus yang ditujukan kepada etnis minoritas Rusia, terutama mereka yang berada di Dagestan, salah satu wilayah negara termiskin di Kaukasus Utara.

"Anda tidak harus mati di Ukraina," katanya, mengenakan hoodie hitam bertuliskan “I'm Ukraina” dalam bahasa Inggris, dan berdiri di depan sebuah plakat di Kyiv untuk mengenang apa yang disebutnya sebagai pahlawan Dagestan.

Dia meminta etnis minoritas untuk menolak mobilisasi.

Amerika Serikat (AS) dan sekutunya telah berjanji untuk menjatuhkan lebih banyak sanksi daripada yang telah mereka kenakan terhadap Rusia.

Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia, 4 wilayah yang akan mengadakan referendum (Graeme Bruce/CBC News)

Baca juga: Rusia Gusar, Tuding Latihan Militer NATO Jadi Biang Kerok Rusanya Pipa Gas Nord Stream

Mereka juga menawarkan jutaan dolar dalam dukungan ekstra untuk Ukraina ketika Kremlin menduplikasi buku pedoman aneksasi yang diikutinya ketika memasukkan Semenanjung Krimea Ukraina pada 2014.

Putin mengeluarkan dekrit yang mengakui kemerdekaan wilayah Kherson dan Zaporizhzhia pada Jumat pagi.

Sementara Ukraina telah mengulangi sumpahnya untuk merebut kembali empat wilayah, serta Krimea.

Di sisi lain, Rusia berjanji untuk mempertahankan semua wilayahnya, termasuk wilayah yang baru dianeksasi, dengan segala cara yang ada, termasuk senjata nuklir.

Lebih lanjut, pendukung Barat-Ukraina telah menggambarkan referendum yang dikelola Rusia sebagai perampasan tanah.

Mereka mengatakan beberapa orang dipaksa untuk memilih di bawah todongan senjata dalam pemilihan tanpa pengamat independen di wilayah dari mana ribuan penduduk telah melarikan diri atau dideportasi secara paksa.

Dalam bahasa yang sangat kuat, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pencaplokan Rusia akan melanggar Piagam PBB dan "tidak memiliki nilai hukum".

Dia menggambarkan langkah itu sebagai "eskalasi berbahaya" dan mengatakan itu "tidak boleh diterima".

"Setiap keputusan Rusia untuk maju akan semakin membahayakan prospek perdamaian," kata Guterres sebagaimana dikutip AP News.

Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto, Rusia memikul tanggung jawab khusus”untuk menghormati Piagam PBB, kata sekretaris jenderal.

Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan Guterres menyampaikan pesan itu kepada duta besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, pada hari Rabu.

Baca juga artikel lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini