TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat pada Kamis (6/10/2022), menjatuhkan sanksi terhadap seorang pengusaha Myanmar dan dua lainnya yang terlibat dalam pengadaan senjata buatan Rusia dari Belarusia untuk junta.
Diketahui, junta Myanmar telah merebut kekuasaan di negara Asia Tenggara itu pada awal tahun 2021 lalu.
Militer melancarkan kudeta pada Februari 2021, menahan para pemimpin demokratis termasuk Aung San Suu Kyi.
Kemudian dengan keras menekan protes, memicu konflik yang meningkat.
Departemen Keuangan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya menjatuhkan sanksi terhadap pengusaha Myanmar Aung Moe Myint, putra seorang perwira militer yang dikatakan memfasilitasi kesepakatan senjata termasuk untuk rudal dan pesawat terbang.
AS juga menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan yang Myint dirikan, yakni Dynasty International Company Limited, dan dua direkturnya.
Baca juga: Pemimpin Junta Myanmar Kembali Tidak Diundang ke KTT ASEAN
Sanksi termasuk pembekuan aset AS apapun dari mereka yang ditunjuk dan umumnya melarang orang Amerika berurusan dengan mereka.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menunjuk pada peran yang diduga dimainkan oleh tiga orang yang dikenai sanksi pada hari Kamis, dalam memperoleh senjata produksi Rusia dari Belarus.
“Penunjukan ini juga mengimplikasikan hubungan lama militer Burma dengan militer Rusia dan Belarusia,” kata Blinken, menggunakan nama lama negara itu.
“Kami akan terus menggunakan otoritas sanksi kami untuk menargetkan orang-orang di Burma dan di tempat lain yang mendukung invasi tidak sah Rusia ke Ukraina, serta fasilitasi Rusia dan Belarusia terhadap kekerasan rezim Burma terhadap rakyatnya sendiri," imbuhnya, sebagaimana dikutip dari CNN.
Rusia adalah sumber utama perangkat keras militer bagi militer Myanmar dan telah memberikan perlindungan diplomatik di tengah kecaman internasional atas kudeta tersebut.
Pemimpin Junta Min Aung Hlaing mengunjungi Rusia dua kali dalam beberapa bulan terakhir.
Departemen Luar Negeri juga melarang mantan kepala polisi Myanmar dan wakil menteri dalam negeri Than Hlaing melakukan perjalanan ke Amerika Serikat karena keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia, kata Departemen Keuangan, secara khusus mengutip pembunuhan di luar hukum terhadap pengunjuk rasa damai pada Februari 2021.
Baca juga: Diburu Junta Militer, Ratu Kecantikan Myanmar Ini Kabur dan Mengungsi di Kanada
Negara-negara Barat telah mengeluarkan banyak putaran sanksi terhadap militer dan bisnisnya sejak kudeta.
Akan tetapi, upaya untuk mengisolasi junta telah gagal menghentikan pergeseran ke dalam apa yang disebut utusan AS sebagai perang saudara.
Sanksi, termasuk yang dikeluarkan pada hari Kamis, gagal menargetkan penjualan gas Myanmar, sumber pendapatan asing terbesar militer.
Itu menjadi sebuah langkah yang menurut pasukan anti-junta dan pembela hak asasi manusia dapat mempengaruhi perilaku militer.
“Kebijakan sanksi AS saat ini terhadap Myanmar tidak berhasil,” kata John Sifton, direktur advokasi Asia untuk Human Rights Watch.
"Ini seperti memberikan setengah dosis obat dan kemudian berharap itu akan bekerja seperti dosis penuh."
(Tribunnews.com/Yurika)