TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) angkat suara soal penolakan Indonesia terhadap mosi yang dipimpin Barat untuk mengadakan debat di Dewan HAM PBB terkait situasi HAM di Xinjiang Uyghur, China.
Pembahasan utamanya terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pemerintah China terhadap etnis Uyghur dan muslim lainnya di wilayah tersebut.
"Kita tidak ingin ada politisasi Dewan HAM yang digunakan untuk tujuan yang terkait dengan rivalitas politik," kata Direktur HAM dan Kemanusiaan Kemlu RI, Achsanul Habib pada press briefing mingguan, Jumat (7/10/2022).
Indonesia tidak sendirian. Dalam pemungutan suara itu, 17 negara mendukung, 19 menolak, dan 11 abstain termasuk Malaysia dan Libya, serta Ukraina.
Achsanul mengatakan pada dasarnya, Dewan HAM, sesuai mandat yang dibentuk itu bertujuan sebagai forum yang konstruktif bagi negara-negara untuk berdialog secara imparsial dan juga membangun kesepakatan yang tujuan hasilnya baik.
Komitmen Indonesia sangat jelas dan tegas dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.
Dalam hal ini semua manusia berhak mendapatkan perlakuan yang sama dan HAM serta martabat mereka harus dilindungi setiap saat tanpa diskriminasi.
Hal ini berlaku untuk semua orang, di mana saja tanpa kecuali, termasuk umat Muslim Uyghur di Xinjiang.
Baca juga: Indonesia Abstain Dalam Voting PBB Soal Penangguhan Rusia dari Dewan HAM, Ini Penjelasan Kemlu
"Kita paham ini terjadi di tengah ketegangan geopolitik. Indonesia bekerja sama, koordinasi, konsultasi dengan semua pihak, dengan negara pengusung, negara Barat, RRT. Utamanya sebagai sesama negara anggota OKI kita melakukan komunikasi dan diskusi yang mendalam dengan negara OKI yang juga menjadi anggota dewan ham tersebut," ujarnya.
Achsanul mengatakan negara OKI sepakat dewan HAM sesuai mandatnya tidak boleh digunakan dengan tujuan yang politis.
Indonesia berharap dalam hal ini Dewan HAM tidak tebang pilih.
"Kita harapkan, Dewan HAM tidak pilih pilih, selektif dalam memilih isu yang dibahas," ujarnya.
Indonesia memandang pendekatan yang diajukan oleh negara pengusung dalam Dewan HAM hari ini tidak akan menghasilkan kemajuan yang berarti, utamanya karena tidak mendapat
persetujuan dan dukungan dari negara yang berkepentingan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Indonesia tidak dalam posisi untuk mendukung rancangan keputusan mengenai penyelenggaraan debat tentang situasi HAM di Wilayah Otonomi Xinjiang Uyghur.
"Terkait bagaimana kita memastikan perhatian yang baik terhadap concern adanya dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang tersebut, tentu instrumen ham dalam mekanisme ham bukan satu satunya jalan. Dialog dengan berbagai pihak terutama RRT secara bilateral maupun melalui OKI terus kita lakukan," ujarnya.
"Dalam hal ini, penyelesaian isu-isu, yang terkait HAM, konflik itu harus nasional-led efforts yang diutamakan secara inklusif dengan melibatkan negara yang terkait," kata Achsanul.