Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Kementerian Ketenagakerjaan Korea Selatan (Korsel) sedang melakukan penyelidikan menyeluruh terkait kasus kematian seorang pekerja wanita berusia 23 tahun yang meninggal setelah tergiling mesin mixer saus di pabrik SPL untuk Paris Baguette, yang berafiliasi dengan SPC Group.
Penyelidikan dilakukan untuk memeriksa apakah ada pelanggaran Undang-undang (UU) Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan UU Hukuman Kecelakaan Serius dalam insiden tersebut.
Baca juga: Paris Baguette Korea Selatan Ramai-ramai Diboikot Buntut Pekerja Tewas dalam Kecelakaan Kerja
Kementerian itu mengatakan pada Selasa lalu bahwa mereka telah membentuk tim investigasi yang terdiri dari 18 orang, termasuk pengawas tenaga kerja dari kantor ketenagakerjaan dan tenaga kerja distrik Gyeonggi serta Pyeongtaek, juga Markas Besar Kesehatan Keselamatan Industri Korea, untuk menyelidiki insiden tersebut.
Dikutip dari laman www.hani.co.kr, Sabtu (29/10/2022), kementerian tersebut memberikan perhatian khusus pada fakta bahwa mixer (pengaduk) saus sandwich di pabrik SPL Pyeongtaek, tempat kecelakaan itu terjadi, tidak dilengkapi dengan penutup atau alat pemutus otomatis untuk mencegah pekerja terjebak di dalam mesin.
UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Keputusan Penegakannya menetapkan bahwa penutup harus ada saat proses mencampur bahan menggunakan unit daya dan bahwa mesin harus dihentikan saat mencampur dan mengeluarkan bahan.
Menurut kementerian tersebut, ada kemungkinan pabrik telah melanggar ketentuan itu.
Kepala Biro Inspeksi dan Pencegahan Kecelakaan Industri Kemenaker Korsel, Choi Tae-ho mengatakan bahwa penutup mixer harus dipasang selama pengoperasian mesin.
Baca juga: Toko Roti Paris Baguette Diboikot, Buntut Pekerja Wanita 23 Tahun Tewas Tersangkut Mesin Mixer
"Di bawah Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, harus ada penutup atau alat pelindung," tegas Choi.
UU Hukuman Kecelakaan Serius juga diterapkan jika terjadi kecelakaan serius yang melibatkan kematian satu atau lebih pekerja akibat pelanggaran UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Karena kurangnya kamera pengintai untuk memeriksa lokasi kerja, maka Kemenaker sedang menyelidiki 11 pekerja dan pejabat perusahaan yang berada di dekat lokasi pada saat kecelakaan terjadi.
Fakta bahwa telah terjadi kecelakaan berulang kali yang melibatkan pekerja yang terjebak dalam mesin juga tunduk pada UU Hukuman Kecelakaan Serius.
Menurut data yang dikeluarkan oleh anggota parlemen Partai Keadilan Lee Eun-ju selama audit parlemen oleh Komite Lingkungan dan Tenaga Kerja Majelis Nasional pada Senin lalu, 15 dari 37 atau 40,5 persen kecelakaan industri di pabrik SPL sejak 2017 hingga September tahun ini melibatkan pekerja yang tersangkut di mesin.
"Keputusan Penegakan UU Hukuman Kecelakaan Serius menetapkan pemilik bisnis atau pejabat pengelola yang bertanggung jawab dan lain-lain, harus menetapkan prosedur kerja untuk mengidentifikasi dan meningkatkan faktor-faktor berbahaya atau risiko yang bervariasi pada karakteristik bisnis atau tempat bisnis yang relevan. Serta mengambil tindakan yang diperlukan setelah melakukan inspeksi, setidaknya sekali setiap setengah tahun," jelas Choi.
Pimpinan yang tidak mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan kematian seorang pekerja, akan dikenakan hukuman.
Baca juga: Satu Lagi Pekerja di Pabrik Pembuat Roti Korea Selatan Jadi Korban Mesin Pengaduk Saus
Kemenaker Korea juga menyelidiki fakta bahwa pekerja itu bekerja sendirian saat tubuhnya masuk ke dalam mesin.
Ini dianggap menyimpang dari manual operasi perusahaan yang memerintahkan karyawannya untuk bekerja berpasangan.
UU Hukuman Kecelakaan Serius juga dapat diterapkan jika perusahaan bertanggung jawab atas pekerja yang bekerja sendiri, perlu pula untuk memasukkan dalam manual instruksi untuk bekerja secara berpasangan.
"Bisa melanggar hukum jika perusahaan tidak mengikuti manualnya sendiri untuk bekerja berpasangan. Kami akan mengidentifikasi dengan jelas mereka yang bertanggung jawab atas kecelakaan itu melalui penyelidikan serius," papar Choi.
Sementara itu, Kantor Polisi Pyeongtaek mendakwa seorang pejabat pabrik SPL atas tuduhan kelalaian kerja.
"Sulit untuk berbicara tentang rincian spesifik terkait kelalaian, karena kami berada di tahap awal penyelidikan," kata seorang pejabat polisi.
Selain itu, polisi memutuskan untuk melakukan autopsi jenazah pekerja tersebut pada Rabu pagi atas permintaan keluarga yang ditinggalkan, yang awalnya tidak meminta dilakukannya autopsi.
"Saya mengerti bahwa ibu itu meminta autopsi untuk mengetahui mengapa putrinya meninggal, investigasi harus dilakukan dengan cepat dan ketat," kata seorang pejabat Kemenaker Korsel.
Keluarga yang ditinggalkan pun mengatakan bahwa anak mereka meninggal secara tenang.
"Yang paling penting adalah memastikan bahwa anak kami yang meninggal tidak merasa dirugikan," kata keluarga pekerja yang meninggal itu.