TRIBUNNEWS.COM - Korea Utara menembakkan sedikitnya 10 rudal, satu di antaranya mendarat di dekat perairan teritorial Korea Selatan pada Rabu (2/11/2022), kata para pejabat Korea Selatan.
Tembakan rudal itu adalah yang pertama sejak pembagian semenanjung Korea pada 1945, menurut CNN.
Kepala Staf Gabungan Seoul (JCS) mengatakan satu rudal balistik jarak pendek mendarat di perairan internasional 167 kilometer barat laut Pulau Ulleungdo Korea Selatan, sekitar 26 kilometer selatan Garis Batas Utara (NLL).
Wilayah itu merupakan perbatasan maritim Korea Selatan yang tidak diakui Korea Utara.
Peringatan serangan udara di pulau itu, yang terletak sekitar 120 kilometer sebelah timur semenanjung, dicabut pada Rabu sore.
Penduduk di sana segera dievakuasi ke tempat perlindungan bawah tanah setelah penembakan rudal.
Baca juga: Korea Utara Ancam AS dan Korea Selatan, Tuntut Hentikan Latihan Militer Bersama
Korea Selatan langsung merespons dengan melakukan uji coba misilnya sendiri di daerah perbatasan yang sama.
Korea Selatan menembakkan tiga rudal air-to-surface dari jet tempur F-15K dan KF-16 pada Rabu pagi, menurut JCS.
JCS mengatakan Angkatan Udara Korea Selatan menargetkan perairan internasional di utara NLL pada jarak yang sama dengan yang sebelumnya telah mendaratkan rudal Korea Utara di selatan garis.
"Serangan tepat militer kami menunjukkan keinginan kami untuk secara tegas menanggapi setiap provokasi Korea Utara termasuk rudal balistik jarak pendek, dan kemampuan serta kesiapan kami untuk secara tepat menargetkan musuh," kata JCS.
Korea Utara bertanggung jawab penuh atas situasi tersebut karena merekalah yang terus memprovokasi meskipun ada peringatan, JCS menambahkan.
Penembakan rudal hari Rabu adalah tembakan ke-29 Korea Utara tahun ini, menurut hitungan CNN.
Akselerasi agresif dalam pengujian senjata telah memicu alarm di kawasan itu, dengan Amerika Serikat (AS), Korea Selatan dan Jepang menanggapi dengan peluncuran rudal dan latihan militer bersama.
Pada hari Senin, AS dan Korea Selatan memulai latihan militer skala besar yang sebelumnya dijadwalkan yang disebut "Vigilant Storm".
Manuver melibatkan 240 pesawat dan ribuan anggota layanan dari kedua negara, menurut Departemen Pertahanan AS.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dijadwalkan bertemu dengan timpalannya dari Korea Selatan Lee Jong-sup di Pentagon pada hari Kamis.
Para ahli sebelumnya mengatakan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dapat mengirim pesan dengan sengaja menunjukkan persenjataan negara selama periode konflik global yang meningkat.
Bulan lalu, media pemerintah Korea Utara memecah keheningan enam bulan atas serentetan uji coba rudal tahun ini, mengklaim bahwa itu dimaksudkan untuk menunjukkan kesiapan Pyongyang untuk menembakkan hulu ledak nuklir taktis pada target potensial di Selatan.
Uji coba terbaru juga dilakukan setelah kepala pengawas nuklir PBB memperingatkan pekan lalu bahwa Pyongyang dapat mempersiapkan uji coba nuklir, dengan citra satelit menunjukkan aktivitas di lokasi uji coba nuklir bawah tanahnya.
"Kami mengikuti ini dengan sangat, sangat dekat. Kami berharap itu tidak terjadi tetapi sayangnya indikasi mengarah ke arah lain," kata kepala Badan Energi Atom Internasional Rafael Grossi Kamis lalu.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida memberikan tanggapan atas tembakan rudal Korea Utara.
Kishida mengatakan Korea Utara meluncurkan rudal pada frekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kishida juga menyerukan agar pertemuan Dewan Keamanan Nasional diadakan sesegera mungkin karena meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Jepang Yaukazu Hamada mengatakan Korea Utara menembakkan setidaknya dua rudal dan keduanya diperkirakan jatuh di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang.
Tidak ada kerusakan pada pesawat atau kapal yang dilaporkan saat ini, dan ada kemungkinan rudal balistik terbang pada lintasan yang tidak teratur, tambahnya.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)