Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Nelayan (pemagang) Indonesia di Jepang prihatin saat ini karena yenyasu atau nilai yen yang melemah terhadap dolar AS sehingga jumlah uang yang dikirim ke Indonesia jadi semakin sedikit.
"Saya biasanya kirim sekitar 200.000 yen sebulan ke rumah, dengan yenyasu nilai rupiahnya semakin kecil jadinya kini," papar Tidin (25) pemagang nelayan Indonesia kepada TV FBC tanggal 6 November lalu di Echizen prefektur Fukui Jepang.
Tidin, 25, dari Indonesia, mengatakan bahwa istrinya Malini, yang tinggal di Indonesia diperkirakan bayi nya akan lahir pada akhir November.
"Dengan nilai rupiah yang berkurang diterima keluarga saat ini saya merasa tidak nyaman karena jadi sulit melihat masa depan karena uang dalam rupiah banyak berkurang," tambahnya.
Yoshifumi Goto, kapten Kyoei Maru milik Pelabuhan Mikuni, berkata, "Ke mana mereka harus pergi? Sepertinya tidak banyak pekerjaan di Indonesia, jadi kami tidak punya pilihan selain menaikkan upah mereka di Jepang sebagai tenaga kerja yang berharga."
"Echizen Crab" membanggakan merek terbaik karena persaingan antara area produksi kepiting salju di pantai Laut Jepang semakin ketat.
Nelayan terus mengincar tangkapan besar sambil berjuang melawan gelombang depresiasi yen dan melonjaknya harga minyak mentah.
Dalam lelang pertama pada tanggal 6 November lalu, "Kepiting Echizen" dikenal sebagai merek teratas terpopuler di Jepang, dengan "Kiwami" kelas tertinggi dijual seharga 3,1 juta yen per kepiting.
"Kami dengan cermat mengikuti orang-orang laut yang berjuang dengan gelombang depresiasi yen dan melonjaknya harga minyak mentah," tambah Goto.
Tengah malam Nelayan memasang jala ke laut sebagai tanda penangkapan kepiting Echizen dimulai.
Satu jam setelah larangan dicabut, kepiting salju dan kepiting seiko yang bagus-bagus muncul satu demi satu tampak di jala nelayan tersebut.
Sementara lelang pertama sedang booming dengan harga yang tinggi di masa lalu, kini terasa jadi rendah dengan yenyasu, membuat keprihatinan nelayan asing yang selalu mengirimkan uangnya ke negaranya.
Sementara harga minyak mentah tetap tinggi karena invasi Rusia ke Ukraina, dan menurut Goto, biaya bahan bakar untuk kapal meningkat sekitar 20 juta yen setahun dibandingkan tahun lalu.
Selain itu, harga jual jaring, tali, dan busa polistiren yang berasal dari minyak bumi juga meningkat 20 persen hingga 30%, menambah tekanan kepada usahanya.
Sumber kekhawatiran lainnya adalah perlakuan terhadap trainee praktek kerja asing. Populasi yang menua di Jepang menjadikan kekurangan pekerja sekarang menjadi kehadiran yang tak tergantikan dalam industri perikanan antara lain menggunakan 3 pemagang nelayan Indonesia.