TRIBUNNEWS.COM -- Amerika Serikat dan Rusia dikabarkan telah melakukan pertemuan rahasia pada Senin (14/11/2022) kemarin.
Russia Today memberitakan, sebuah surat kabar terkemuka memberitakan bahwa pertemuan tersebut difasilitasi oleh Turki.
Sebuah akun bernama Kommersant yang dikenal memiliki sumber yang baik di Moskow, melaporkan, mengutip sumber anonim, bahwa pertemuan yang tidak diumumkan itu berlangsung di Ankara.
Outlet tersebut menuduh bahwa Rusia telah mengirim Sergey Naryshkin, direktur Badan Intelijen Asing (SVR) ke pembicaraan tersebut.
Baca juga: Wakili Vladimir Putin di KTT G20, Menlu Rusia Sergey Lavrov Tiba di Bali Tadi Malam
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kemudian mengkonfirmasi kepada media Rusia bahwa pembicaraan bilateral telah terjadi di Ankara, menambahkan bahwa itu diadakan atas inisiatif AS.
CNN mengklaim bahwa Direktur CIA Bill Burns telah mewakili Washington pada pertemuan itu, mengutip seorang "juru bicara Dewan Keamanan Nasional."
Awal bulan ini, media Barat melaporkan bahwa pejabat tinggi Rusia dan AS terlibat dalam kontak yang tidak diumumkan.
Menurut Wall Street Journal, penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan telah berhubungan dengan Yury Ushakov, seorang asisten kebijakan luar negeri senior Presiden Vladimir Putin, dan dengan Nikolay Patrushev, mitra Sullivan di pemerintahan Rusia.
Gedung Putih tidak menyangkal pembicaraan tersebut, dengan juru bicara Karine Jean-Pierre mengatakan kepada wartawan bahwa kontak tersebut berfokus pada "pengurangan risiko".
Sementara itu, Peskov mengatakan kepada WSJ saat itu bahwa pers Inggris dan Amerika cenderung mencetak “hoaks”.
Turki muncul sebagai mediator utama selama krisis Ukraina. Pada akhir Maret, menjadi tuan rumah pembicaraan Rusia-Ukraina, di mana kedua pihak membuat kemajuan yang signifikan menuju penyelesaian perjanjian damai.
Negosiasi dilaporkan ditorpedo oleh Inggris, ketika Perdana Menteri saat itu Boris Johnson melakukan perjalanan ke Kiev pada bulan April.
Menurut media Ukraina, dia mengatakan kepada Presiden Vladimir Zelensky bahwa negara-negara Barat tidak akan mendukung pakta keamanan yang diusulkan yang dibahas dengan Rusia.
Baca juga: Mengenal Bunker Milik Putin di Pegunungan Ural Rusia, Bisakah Melindungi dari Nuklir?
Ankara juga membantu PBB untuk meluncurkan Inisiatif Laut Hitam, sebuah pengaturan yang memungkinkan Ukraina mengekspor biji-bijiannya melalui kapal komersial.
Perjanjian, yang ditandatangani pada bulan Juli, berakhir pada hari Jumat. Moskow telah berulang kali menyatakan bahwa mereka mungkin tidak menyetujui pembaruan, kecuali jika PBB memenuhi janjinya untuk memfasilitasi ekspor biji-bijian dan pupuk Rusia ke Moskow, yang merupakan bagian dari kesepakatan.
Inginkan Dialog Perdamaian
Meski mendukung Ukraina dengan bantuan senjata, AS dikabarkan juga menginginkan dilakukannya pembicaraan perdamaian antara Rusia dengan Ukraina.
Presiden Joe Biden secara pribadi mendorong para pemimpin Ukraina untuk membuka negosiasi dengan Rusia dan membatalkan penolakan publik mereka untuk terlibat dalam pembicaraan damai kecuali Presiden Vladimir Putin dilengserkan dari kekuasaan.
Dilansir dari Reuters, Senin (7/11/2022) surat kabar Washington Post mengungkapkan bahwa keputusan yang dibuat oleh Pemerintahan Biden tersebut tidak ditujukan untuk mendorong Ukraina ke meja perundingan, melainkan untuk memastikan Kyiv mempertahankan dukungan dari negara-negara lain.
Di samping itu, para pejabat AS menilai perang yang berkepanjangan akan membuat harga pangan semakin mahal dan juga disertai dengan lonjakan harga energi.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-264: Kyiv Tangani 1.000 Ranjau dan Peluru Siap Ledak di Kherson
"Kelelahan Ukraina adalah hal yang nyata bagi beberapa mitra kami," tulis Washington Post, mengutip seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya.
Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih tidak segera berkomentar ketika ditanya apakah laporan itu akurat, sementara juru bicara Departemen Luar Negeri menanggapi dengan mengatakan:
“Kami telah mengatakannya sebelumnya dan akan mengatakannya lagi. Jika Rusia siap untuk bernegosiasi, Rusia harus menghentikan bom dan misilnya serta menarik pasukannya dari Ukraina,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
"Kremlin terus meningkatkan perang ini. Kremlin telah menunjukkan keengganannya untuk secara serius terlibat dalam negosiasi bahkan sebelum meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina,” imbuhnya.
Juru bicara itu juga mencatat pernyataan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada Jumat (4/11), di mana Zelenskiy mengatakan: "Kami siap untuk perdamaian, untuk perdamaian yang adil dan adil, formula yang telah kami suarakan berkali-kali."
Adapun, penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, mengatakan bahwa dukungan Washington untuk Ukraina akan tetap "tidak tergoyahkan dan teguh" bahkan setelah pemilihan paruh waktu.