TRIBUNNEWS.COM - Dewan Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) berencana mengusut pelanggaran HAM yang terjadi selama kerusuhan di Iran yang berlangsung sejak kematian Mahsa Amini pada 16 September 2022.
Sebanyak 25 anggota Dewan HAM PBB mendukung langkah ini, sementara 16 lainnya abstain.
“Orang-orang Iran, dari semua lapisan masyarakat lintas etnis, lintas usia, menuntut perubahan,” kata Kepala Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, Kamis (24/11/2022).
"Saya meminta pihak berwenang segera berhenti menggunakan kekerasan dan pelecehan terhadap pengunjuk rasa damai dan membebaskan semua yang ditangkap karena melakukan protes damai, serta moratorium hukuman mati," katanya.
Dewan HAM PBB mencatat sudah ada 300 orang tewas dan 14 ribu orang ditangkap, termasuk anak-anak.
Baca juga: Iran Perluas Program Nuklir, AS: Kami Tak akan Biarkan Iran Produksi Senjata Nuklir
"Misi pencari fakta yang didirikan hari ini akan membantu memastikan bahwa mereka yang terlibat dalam penindasan dengan kekerasan yang sedang berlangsung terhadap rakyat Iran diidentifikasi dan tindakan mereka didokumentasikan," kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, dalam sebuah pernyataan.
Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerlock, meminta semua negara untuk mendukung penyelidikan independen, seperti diberitakan Al Jazeera.
Ia ingin memastikan mereka yang bertanggung jawab dapat dimintai pertanggungjawaban.
“Jika kita tidak mengumpulkan bukti hari ini, keadilan tidak akan pernah datang kepada para korban,” kata Annalena Baerbock saat menghadiri rapat Dewan HAM PBB.
Baca juga: Iran Isyaratkan Bantu Rusia dalam Membuat Drone untuk Perang di Ukraina
Kerusuhan di Iran
Pemberontakan nasional di Iran terus terjadi hingga hari ini.
Kerusuhan ini dilatarbelakangi oleh kemarahan masyarakat Iran yang selama ini tertahan.
Kematian Mahsa Amini yang diduga karena dianiaya polisi moral Iran, menjadi pemicu pecahnya kerusuhan sejak 16 September 2022.
Sekitar 14 ribu orang ditangkap dalam kerusuhan itu.