TRIBUNNEWS.COM, BRUSSEL – Duta Besar AS untuk NATO , Julianne Smith mengungkapkan, hampir semua negara NATO menghadapi persediaan senjata dan amunisi yang menipis.
Stok persenjataan mereka terkuras dikirim ke medan perang Ukraina, sementara produksi untuk mengisi gudang senjata tak sebanding kecepatannya.
Menurut Julianne Smith, AS, NATO, dan Uni Eropa berupaya mendesak industri militer barat untuk meningkatkan produksi guna mengatasi kekurangan tersebut.
Berbicara di sebuah acara yang diselenggarakan oleh lembaga pemikir CSIS, Smith menggunakan contoh Estonia.
Negara itu telah memberikan bantuan dalam jumlah besar ke Ukraina dan sekarang menghadapi beberapa kekurangan yang sangat nyata.
“Mereka tidak sendirian. Kami melihat bahwa di seluruh aliansi tertulis besar-besar (tentang menipisnya senjata),” kata perwakilan tetap AS untuk NATO ini.
Baca juga: Sekretaris Jenderal NATO Khawatir Konflik Rusia VS Ukraina Meluas jadi Perang Rusia VS NATO
Baca juga: Rusia Ancam NATO akan Jadi Target Militer Moskow Jika Nekat Pasok Rudal Patriot ke Ukraina
Baca juga: Ukraina Dapat Kiriman Lebih Banyak Senjata Era Soviet dari Anggota NATO
Sementara grup kontak untuk Ukraina difokuskan pada pengorganisasian pengiriman ke Kiev, NATO telah menugaskan Konferensi Direktur Persenjataan Nasional (CNAD) untuk menangani masalah penurunan stok di seluruh aliansi.
Sementara itu, Uni Eropa telah meluncurkan inisiatif terpisah yang ditujukan untuk industri militer. “Banyak bunga bermekaran di sini,” kata Smith menggunakan perumpamaan.
Ia menambahkan kuncinya adalah menemukan jaringan ikat sehingga UE, NATO, dan AS bekerja sama dan tidak bertentangan.
Dari penjelasan Smith, semua upaya ini ditujukan untuk membujuk industri militer di barat untuk memperluas produksi.
AS dan sekutunya telah menyalurkan bantuan militer ke Ukraina sejak 2014, tetapi meningkatkan pengiriman amunisi, senjata kecil, dan senjata berat – termasuk tank dan artileri – sejak Februari.
Sejak itu, Moskow berkali-kali memperingatkan negara-negara barat agar tidak mempersenjatai Kiev, dengan alasan itu hanya akan memperpanjang konflik yang sedang berlangsung.
Awalnya pengiriman hanya surplus, tetapi segera pemerintah barat mulai menguras gudang militernya, yang sudah "dilubangi" selama bertahun-tahun dengan fokus pada perang ekspedisi dan kontra-pemberontakan.
Pada Agustus, komisaris kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell menggambarkan sebagian besar pasukan Eropa Barat sebagai "tentara bonsai", "versi miniatur" dari yang asli.
Namun, pada September, terlihat jelas bahwa “lemari-lemari senjata” barat mulai kosong.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyerukan lebih banyak produksi, karena banyak ahli menunjukkan bahwa persediaan Pentagon pun tidak terbatas.
Sementara itu, Rusia telah menggenjot produksi pertahanannya sendiri, terutama tank, misil, dan amunisi artileri.
Ukraina Kehabisan Stok Rudal
Media Inggris Financial Times (FT) mengungkapkan, militer Ukraina kini mulai kehabisan stok senjata untuk melawan serangan Rusia.
Kiev mulai merasakan kekurangan kemampuan anti-udara tanpa adanya restocking senjata yang memadai.
Media terkemuka itu mengutip pernyataan seorang pejabat senior Ukraina, dan beritanya dipublikasikan Selasa (13/12/2022). Situs media Russia Today turut menyitir berita FT di hari yang sama.
Ukraina terutama disebut kehabisan pasokan amunisi dan suku cadang untuk sistem pertahanan udara S-300 dan system rudal Buk era Soviet.
Kedua sistem rudal pertahanan udara itu digunakan untuk melawan serangan Rusia yang mengincar infrastruktur energi negara Ukraina.
Juru bicara Angkatan Udara Ukraina, Kolonel Yury Ignat, mengatakan unit pertahanan udaranya biasanya menembakkan dua rudal S-300 atau Buk saat serangan rudal Rusia datang.
Cara itu dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan pencegatan rudal. Namun, ini menimbulkan tantangan tertentu, karena Ukraina tidak mungkin mendapatkan rudal tambahan untuk sistem ini.
Rudal kedua sistem itu diproduksi di Rusia. Sementara itu, menemukan stok yang tersedia di tempat lain terbukti sulit.
Ignat melanjutkan dengan menyatakan sementara Kiev menerima sistem pertahanan udara modern dari pendukung baratnya.
Ukraina akan membutuhkan ratusan senjata semacam itu untuk menggantikan persenjataannya yang sudah tua.
“Kami tidak punya pilihan lain selain beralih ke jenis senjata ini karena senjata Soviet (19)70-an dan (19)80-an keduanya… usang dan musuh menghabiskannya setiap hari,” katanya.
Rusia mulai menargetkan fasilitas energi Ukraina pada awal Oktober setelah menuduh Kiev menyerang infrastruktur kritisnya, termasuk Jembatan Krimea yang strategis.
Gelombang terbaru serangan rudal Rusia terjadi pada 5 Desember setelah pesawat tak berawak Ukraina menargetkan lapangan udara Rusia di Saratov dan Ryazan.
Kiev telah berulang kali meminta negara-negara barat untuk memasoknya dengan kemampuan pertahanan udara.
Pada Senin, Kelompok Tujuh (G7), yang mencakup pendukung barat paling menonjol di Kiev, mengisyaratkan mereka berencana fokus menyediakan sistem pertahanan udara bagi Ukraina.
Namun, pada Minggu, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan bantuan keamanan blok tersebut ke Kiev telah menghabiskan persediaannya.
AS Hadapi Masalah Produksi
AS tampaknya mengalami masalah yang sama, dengan CNN melaporkan bulan lalu Departemen Pertahanan kehabisan beberapa sistem senjata canggih dan amunisi untuk diberikan ke Kiev.
Moskow telah berulang kali memperingatkan barat pengiriman senjata ke Ukraina hanya akan memperpanjang konflik.
Pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan barat secara de-facto telah mengubah Ukraina menjadi koloni dan menggunakan Ukraina sebagai umpan meriam melawan Rusia.
Perkembangan lain terkait bantuan militer, Swedia menegaskan mereka tidak bermaksud menyediakan jet tempur canggih Saab JAS 39 Gripen kepada Ukraina.
Penegasan disampaikan Menteri Pertahanan Swedia Pol Jonson. Kiev sebelumnya mengatakan ingin menerima pesawat modern dari pendukung baratnya, termasuk Stockholm.
Berbicara pada konferensi pers bersama dengan timpalannya dari Ukraina, Aleksey Reznikov, di Odessa, Jonson diminta mengomentari apakah jet Gripen dapat digunakan Kiev.
“Tidak ada rencana dalam waktu dekat untuk mengirim Gripen ke Ukraina. Saya ingin mengklarifikasi itu, tapi menurut saya itu pesawat yang sangat bagus,” katanya.
Reznikov tidak memberikan komentar lanjutan. Pada wawancara Oktober dengan Politico, dia mengungkapkan harapan Kiev pada akhirnya akan mendapatkan perangkat canggih dari barat.
“Saya yakin (pengiriman) jet tempur seperti F-16, F-15, atau Gripen dari Swedia juga akan dimungkinkan,” kata Reznikov saat itu.
Pada akhir November, anggota parlemen Swedia Magnus Jacobsson men-tweet jika Ukraina ingin membeli JAS Gripen, kami harus mengiyakan.
Namun, pedoman pemerintah Swedia tentang ekspor senjata menyatakan senjata pada prinsipnya tidak boleh dikirim ke negara yang terlibat dalam konflik bersenjata dengan negara lain.
Mereka juga mengatakan ekspor senjata dapat diizinkan jika ada alasan kebijakan keamanan atau pertahanan untuk itu dan langkah tersebut tidak bertentangan kebijakan luar negeri Swedia.
Di sisi lain, Stockholm mengumumkan paket bantuan terbesar hingga saat ini untuk Kiev hingga 3 miliar krona Swedia ($290 juta).
Bantuan tersebut meliputi sistem pertahanan udara, kendaraan ringan segala medan, peralatan musim dingin, pelindung tubuh, dan sarana pendukung lainnya.
Setelah Rusia memulai operasi militernya di Ukraina pada akhir Februari, Swedia, bersama tetangga Nordiknya Finlandia, mengajukan keanggotaan NATO, melanggar kebijakan netralitas selama puluhan tahun.
Aliansi militer yang dipimpin AS memenuhi permintaan tersebut, tetapi tawaran mereka belum diratifikasi 30 anggota blok tersebut, karena diblok Hongaria dan Turki.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)