News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rapat Paripurna DPR Sahkan UU Perjanjian Ekstradisi Indonesia - Singapura

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana Rapat Paripurna DPR masa persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Rapat Paripurna DPR RI tyang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani resmi mengesahkan UU Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia - Singapura, Kamis 15 Desember 2022. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Paripurna DPR RI tyang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani resmi mengesahkan UU Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia - Singapura, Kamis 15 Desember 2022.

Peserta rapat paripurna menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah RI dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh dalam laporannya pada rapat paripurna menyampaikan, dalam rapat kerja pembicaraan tingkat I di Komisi III DPR, seluruh fraksi menyatakan setuju RUU tersebut dibawa ke rapat paripurna DPR.

Pangeran mengatakan, Komisi III DPR RI memandang penting RUU tersebut untuk segera disahkan. Sehingga dapat berguna demi kepentingan negara dan masyarakat umumnya.

"Khususnya dalam rangka mendukung efektivitas sistem penegakan hukum dan peradilan pidana," ujar Pangeran.

Pemerintah Indonesia dan Singapura sebelumnya telah menandatangani perjanjian ekstradisi di Bintan, Selasa 25 Januari 2022.

Ekstradisi buronan merupakan upaya penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan tindak pidana di luar wilayah negara yang menyerahkan.

Serta di dalam yurisdiksi negara yang meminta penyerahan tersebut karena berwenang mengadili dan memidananya.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna H. Laoly mengatakan, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura tidak lepas dari kondisi Singapura sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia dan memberlakukan bebas visa.

Baca juga: Kabur ke Papua Nugini, KPK Kaji Kemungkinan Ekstradisi Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak

Sehingga menyebabkan Singapura jadi tempat transit para pelaku tindak kejahatan.

Yasonna menilai, adanya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura akan memudahkan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara pidana yang pelakunya berada di Singapura.

Sehingga Pemerintah Indonesia perlu menindaklanjuti pengesahan perjanjian sesuai Pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

Baca juga: Mahfud MD: Pemerintah Segera Ratifikasi Perjanjian FIR, DCA, dan Ekstradisi Dengan Singapura

Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura mengatur antara lain tentang kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi, tindak pidana yang dapat diekstradisikan, dasar ekstradisi.

Lalu, pengecualian wajib terhadap ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung, serta pengaturan penyerahan.

"Pengesahan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura tentang ekstradisi buronan akan mendukung penegakan hukum, serta memberi kepastian hukum bagi kedua negara," ujar Yasonna.

Yasonna Laoly menjelaskan, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang.

Baca juga: Manfaat Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura yang Baru Disepakati

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

Jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis.

Diantaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.

Yasonna menjelaskan, ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.

“Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” ujar Yasonna.

Laporan Reporter: Vendy Yhulia Susanto |Sumber: Kontan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini