TRIBUNNEWS.COM - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan tidak ingin melihat Rusia dihancurkan akibat kekalahan perang di Ukraina.
Dilansir BBC.com, berbicara kepada media Prancis, Macron mendesak negara-negara Barat untuk meningkatkan dukungan militer untuk Kyiv.
Ia juga mengatakan siap menghadapi perang yang berkepanjangan.
"Saya ingin Rusia dikalahkan di Ukraina dan saya ingin Ukraina dapat mempertahankan posisinya," katanya.
Komentar itu disampaikan saat para pemimpin dunia berkumpul di Konferensi Keamanan Munich, Jerman.
"Saya tidak berpikir, seperti yang dilakukan beberapa orang, bahwa kita harus menargetkan kekalahan total Rusia, menyerang Rusia di tanahnya sendiri," kata Macron kepada surat kabar Le Journal du Dimanche.
Baca juga: Dianggap Bawa Kemunduran bagi Prancis, Erdogan Pertanyakan Kompetensi Macron
"Para pengamat itu ingin, di atas segalanya, menghancurkan Rusia."
"Itu tidak pernah menjadi tujuan Prancis dan tidak akan pernah menjadi tujuan kami."
Macron menegaskan bahwa sekarang bukan waktunya untuk berdialog dengan Moskow.
Namun dia tidak segan-segan menyebut pembicaraan damai sebagai tujuan akhirnya.
Presiden Macron menyarankan bahwa upaya militer Ukraina, yang didukung oleh sekutu, adalah satu-satunya cara untuk "membawa Rusia kembali ke meja perundingan dan membangun perdamaian abadi".
Terlepas dari komentar Macron, negosiasi dengan Rusia adalah prospek yang hampir tidak terpikirkan bagi para pemimpin Ukraina.
Pada hari Jumat, Menteri Luar Negeri Dmytro Kuleba menyambut baik keputusan untuk tidak mengundang Moskow ke konferensi Munich.
Para pemimpin Rusia tidak boleh diundang ke meja perundingan selama negara teroris membunuh, menggunakan bom, misil, dan tank sebagai argumen untuk politik internasional, kata Kuleba.
Baca juga: Kamala Harris: Rusia Telah Lakukan Kejahatan terhadap Kemanusiaan
Sementara itu, Presiden Volodymyr Zelensky tidak merencanakan pembicaraan langsung dengan Vladimir Putin.
Ia bersikeras tidak ada "kepercayaan" di antara para pihak.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC awal pekan ini, Zelensky juga menolak gagasan menyerahkan wilayah untuk mencapai kesepakatan damai dengan Moskow.
Macron sebelumnya telah dikritik oleh beberapa sekutu NATO.
Juni lalu, Macron dikecam oleh Kuleba karena mengatakan sangat penting bahwa Rusia tidak "dipermalukan atas invasinya".
Kuleba pada saat itu menjawab bahwa Rusia - yang "mempermalukan dirinya sendiri" - perlu ditempatkan pada di mana seharusnya berada.
Prancis dan China memiliki 'tujuan yang sama' tentang perdamaian di Ukraina
Dilansir RFI, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan diplomat top China Wang Yi telah sepakat untuk berkontribusi terhadap perdamaian di Ukraina.
China masih menjadi sekutu Rusia, dan tidak mengutuk invasi negara itu ke Ukraina hampir setahun lalu.
Wang Yi, direktur Kantor Komisi Pusat untuk Urusan Luar Negeri, bertemu dengan Macron secara tertutup di Istana Elysée pada hari Rabu (15/2/2023) lalu.
Dia dan Macron membahas perang dan konsekuensinya pada negara-negara yang paling rentan, terutama dalam hal ketahanan pangan dan kapasitas pembiayaan, menurut kantor Macron.
Baik Macron dan Wang menyatakan tujuan yang sama untuk berkontribusi pada perdamaian sesuai dengan hukum internasional.
Wang juga bertemu dengan Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna, yang memintanya untuk meningkatkan tekanan pada Rusia agar memungkinkan untuk kembali menghormati prinsip-prinsip dasar Piagam PBB, kata kementerian luar negeri.
Macron menyatakan harapannya bahwa China dapat menggunakan pengaruhnya terhadap Rusia untuk menekan negara itu agar kembali ke meja perundingan.
Penolakan China untuk mengutuk invasi ke Ukraina dan tidak menjatuhkan sanksi terhadap Rusia telah merusak hubungan dengan Barat dan memicu perpecahan yang muncul dengan sebagian besar Eropa.
Pada bulan Desember, Wang Yi membela apa yang disebutnya posisi negaranya yang tidak memihak dalam perang.
Ia mengisyaratkan bahwa China akan mempererat hubungan dengan Rusia pada tahun 2023.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)