TRIBUNNEWS.COM - Harapan hidup rata-rata seorang prajurit garis depan di Ukraina timur hanya empat jam, kata Troy Offenbecker, seorang pensiunan Marinir AS kepada ABC News.
"Sangat buruk di lapangan, banyak korban."
"Harapan hidup hanya sekitar empat jam di garis depan," kata Offenbecker.
Offenbecker bertempur bersama pasukan Ukraina di wilayah Donbas.
Kota Bakhmut yang dilanda perang di Ukraina Timur telah menjadi tempat beberapa pertempuran paling berdarah sejak invasi Rusia hampir setahun yang lalu.
Pertempuran memperebutkan kota, yang berpenduduk sekitar 73.000 orang sebelum perang itu, adalah pertempuran yang berlangsung paling lama.
Baca juga: Rusia dan China Berjanji Perkuat Hubungan Meski Ada Tekanan Internasional
Pertempuran di Bakhmut sangat buruk, kata Offenbecker, sehingga dijuluki "penggiling daging".
Pada awal Januari, seorang pejabat senior militer AS menggambarkan pertempuran di dalam dan sekitar Bakhmut "benar-benar ganas dan tidak manusiawi".
Padahal, Bakhmut dianggap hanya memiliki signifikansi strategis yang terbatas bagi Rusia dan Ukraina.
"Kita berbicara tentang ribuan peluru artileri yang telah dikirimkan antara kedua belah pihak," kata pejabat itu saat itu.
"Dalam banyak kasus, Anda melihat, beberapa ribu peluru artileri dalam satu hari yang saling ditembakkan."
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-365: Pejabat Tinggi China Wang Yi Bertemu Vladimir Putin
Bakhmut menjadi target utama pasukan ofensif Rusia, termasuk pasukan militer regulernya dan tentara bayaran Wagner yang terkenal kejam.
Kini, seperti dilansir Business Insider, Rusia berada di bawah tekanan politik yang meningkat untuk mengklaim beberapa kemenangan menjelang peringatan satu tahun invasi, menurut pembaruan intelijen hari Senin (20/2/2023) dari Kementerian Pertahanan Inggris.
"Kemungkinan Rusia akan mengklaim bahwa Bakhmut telah dimenangkan saat peringatan setahun invasi, terlepas dari kenyataan di lapangan," kata pembaruan itu.
Bakhmut, yang berada di wilayah Donetsk yang diduduki Ukraina, telah dikepung oleh pasukan Rusia selama sebagian besar perang.
Akhir tahun lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan kota itu telah menjadi "reruntuhan yang terbakar."
Meskipun Rusia terus berupaya selama berbulan-bulan untuk mengepung kota Bakhmut, pasukan Ukraina mampu memberikan pertahanan yang kuat agar Rusia tidak bisa merebutnya.
Sementara itu, intelijen Barat memperkirakan Rusia mungkin telah menderita sebanyak 200.000 korban saat berperang di Ukraina, termasuk hingga 60.000 tentara yang tewas.
"Mereka, dalam beberapa kategori, kehilangan lebih dari setengah peralatan militer mereka dalam perang ini."
"Dan lebih dari satu juta orang Rusia yang paling cerdas dan terbaik telah meninggalkan negara itu," kata Victoria Nuland, wakil menteri luar negeri AS untuk urusan politik awal minggu ini.
"Jadi apa yang didapat oleh perang ini kepada rata-rata orang Rusia?"
"Tidak ada apa-apa."
Mengapa Rusia Sangat Ingin Merebut Kota Kecil Bakhmut di Ukraina? Ini Kata Pakar
Baca juga: Tidak Ada Pembahasan Proposal Perdamaian di Pertemuan Menlu Rusia dan Wang Yi
Bakhmut, kota yang berada di atas tambang garam yang luas dan terkenal dengan kilang anggur era Sovietnya, kini telah rusak parah.
Sebagian hancur total karena penembakan terus-menerus.
Tekad Rusia untuk merebut Bakhmut justru membingungkan banyak pakar.
Pakar mempertanyakan pengeluaran sumber daya Moskow yang besar untuk pertempuran meskipun Kota Bakhmut terbilang kurang strategis.
Berikut analisis alasan mengapa Rusia ingin menguasai Kota Bakhmut, seperti yang dilansir media independen Rusia, The Moscow Times.
Merebut Bakhmut akan memberi Rusia pijakan kecil untuk melancarkan serangan yang lebih luas terhadap kota-kota Sloviansk dan Kramatorsk yang dikuasai Ukraina di utara.
Bakhmut juga terletak di jalan raya penting yang membentang secara diagonal melalui wilayah Donetsk dan Luhansk Ukraina.
Namun fokus Rusia pada kota itu tetap membingungkan para analis.
Analis menilai pertempuran untuk merebut Bakhmut telah merugikan Moskow baik dalam hal manusia maupun peralatan.
“Tidak ada yang benar-benar memahami pentingnya Bakhmut,” kata analis pertahanan Konrad Muzyka dari Rochan Consulting yang berbasis di Polandia.
“Tidak ada yang benar-benar bisa menjelaskan... mengapa orang Rusia berjuang begitu keras untuk kota itu.”
Salah satu alasan yang mungkin bagi Rusia untuk mencurahkan begitu banyak orang dan sumber daya ke dalam pertempuran adalah karena hal itu telah menjadi masalah harga diri militer.
Setelah berbulan-bulan mencoba merebut kota itu, Moskow enggan mengakui kekalahan dan mundur.
“Rusia telah berperang untuk waktu yang lama, mereka pikir mereka mungkin melakukan apa saja untuk menangkap Bakhmut,” kata Muzyka kepada The Moscow Times.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)