TRIBUNNEWS.COM - Presiden China Xi Jinping akan terus mendorong reunifikasi dengan Taiwan.
Hal ini ia sampaikan pada pertemuan penutupan sesi pertama Kongres Rakyat Nasional ke-14.
"Kita harus terus mendorong reunifikasi ibu pertiwi," kata Xi Jinping, Senin (13/3/2023), dikutip dari TASS.
Xi Jinping menggambarkan perlunya reunifikasi nasional sebagai inti dari peremajaan nasional.
Hal ini menjadikan masalah hubungan Taiwan dengan China sebagai fokus dari istilah politik baru, dikutip dari The Guardian.
“Kita harus secara aktif menentang kekuatan eksternal dan aktivitas separatis kemerdekaan Taiwan. Kita harus dengan teguh memajukan penyebab peremajaan dan reunifikasi nasional,” kata Xi Jinping, disambut tepuk tangan meriah.
Baca juga: Xi Jinping Resmi jadi Presiden 3 Periode, Menjadi Sejarah Baru Bagi China
Xi Jinping, yang sebelumnya tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan terhadap Taiwan, menekankan perlunya mempromosikan pembangunan damai hubungan lintas-selat.
Ia juga menekankan perlunya memperkuat militer, menjadikannya "tembok baja besar" untuk melindungi kedaulatan dan kepentingan nasional China.
China Ingin Taiwan
Baca juga: Menlu China Heran, AS Persenjatai Taiwan dan Ukraina tapi Larang China Bantu Rusia
Pesan reunifikasi China dan Taiwan ini telah lama diserukan oleh China selama bertahun-tahun.
Pada Sabtu (4/3/2023), Perdana Menteri China saat itu, Li Keqiang menjanjikan penyatuan kembali secara damai dengan Taiwan.
Keinginan ini merupakan langkah tegas untuk menentang kemerdekaan Taiwan, dikutip dari Reuters.
Pada September 2022, juru bicara Kantor Urusan Taiwan China, Ma Xiaoguang, mengatakan dalam kongres lima tahunan Partai Komunis China, bahwa China bersedia melakukan upaya terbesar untuk mencapai penyatuan kembali yang damai.
"Ibu pertiwi harus dipersatukan kembali dan pasti akan dipersatukan kembali," kata Ma.
Dewan Urusan Daratan Taiwan mengatakan masa depan pulau itu ditentukan oleh 23 juta penduduknya.
China menggunakan latihan militer ilegal dan pembalasan hukum dan ekonomi.
China telah mengusulkan model 'satu negara, dua sistem' untuk Taiwan, mirip dengan formula di mana bekas jajahan Inggris di Hong Kong dikembalikan ke pemerintahan China pada tahun 1997.
Ma mengatakan Taiwan dapat memiliki sistem sosial yang berbeda dari China daratan.
Ia juga memastikan cara hidup mereka dihormati, termasuk kebebasan beragama, namun itu di bawah prasyarat untuk memastikan kepentingan kedaulatan, keamanan, dan pembangunan nasional.
Namun, rakyat Taiwan sudah jelas menolaknya.
Pemerintah Taiwan meminta China untuk menghormati komitmen rakyat Taiwan terhadap demokrasi dan kebebasan.
Taiwan Mendirikan Pemerintahan Sendiri
Baca juga: Profil Li Qiang, Perdana Menteri Baru China yang Ditunjuk Presiden Xi Jinping
Taiwan telah membentuk pemerintahannya sendiri sejak tahun 1949, ketika sisa-sisa pasukan
Kuomintang yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek (1887-1975) melarikan diri ke sana setelah kekalahan mereka dalam Perang Saudara Tiongkok, dikutip dari Al Jazeera.
Sejak saat itu, pulau tersebut telah melestarikan bendera dan beberapa simbol Republik Tiongkok lainnya yang telah ada di Tiongkok daratan sebelum Komunis berkuasa.
China menganggap Taiwan sebagai salah satu provinsinya.
Karena itulah, pemerintah China ingin melakukan reunifikasi dengan Taiwan.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik China VS Taiwan