TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jepang mendapat kritik terkait keputusannya menyuplai makanan di KTT G-7 dari Fukushima.
Diketahui, Fukushima masih berurusan dengan dampak bencana nuklir 2011 yang menyebabkan krisis nuklir di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi.
Jepang baru-baru ini mengundang para pemimpin G-7 untuk makan makanan dari Fukushima selama KTT G-7 2023.
Pemerintah Jepang menegaskan bahwa makanan dari Fukushima aman, banyak negara dan organisasi internasional telah membatasi impor makanan dari wilayah tersebut.
Keputusan Jepang untuk menyajikan makanan dari Fukushima pada KTT G-7 dikritik karena tidak memperhatikan mereka yang terkena dampak bencana, serta mengabaikan kekhawatiran negara lain yang telah membatasi impor makanan dari wilayah tersebut.
"Pemerintah Jepang sangat membutuhkan dukungan internasional untuk rencana pembuangan air radioaktif di Samudra Pasifik. Ia telah gagal melindungi warga negaranya sendiri serta negara-negara di kawasan Asia-Pasifik yang lebih luas," kata Shaun Burnie, spesialis nuklir senior di Greenpeace Asia Timur dalam keterangannya, Selasa (23/5/2023).
Baca juga: Perusahaan Jepang Lakukan Studi Kelayakan Karbon Netral Dengan Indocement Tunggal Prakarsa
Sejumlah pihak menilai Jepang menggunakan KTT G-7 sebagai platform untuk mempromosikan keamanan produk makanan Fukushima, meski masih ada kekhawatiran tentang tingkat radiasi di beberapa daerah.
Pemerintah Jepang menyatakan makanan dari Fukushima aman dan KTT G-7 merupakan kesempatan untuk menunjukkan upaya pemulihan wilayah tersebut.
Namun, ketidakpuasan yang diungkapkan masyarakat internasional menjadi pengingat dampak bencana nuklir 2011 masih terasa hingga saat ini.
Sebelumnya, upaya Tokyo mencari dukungan bulat dari G-7 atas rencana pembuangan air limbah yang terkontaminasi nuklir ke laut telah mendapat hambatan setelah Jerman menyuarakan tentangan pada pertemuan yang berlangsung di Sapporo, Jepang.
Pada konferensi pers setelah Pertemuan Menteri G7 tentang Iklim, Energi dan Lingkungan selama dua hari (15-16 April), Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang Yasutoshi Nishimura meyakini kemajuan penonaktifan yang stabil termasuk pelepasan air olahan ke laut akan disambut baik.
Namun, harapan itu memudar menyusul suara penentangan dari pihak Jerman.
Baca juga: Kepala Polisi Hiroshima Jepang Dapat Pengalaman Sangat Berharga dan Luas
Pengamat mengatakan, Jerman menentang rencana Tokyo karena telah mengetahui klaim Jepang tentang air limbah yang terkontaminasi nuklir telah memenuhi standar pembuangan setelah pengolahan adalah penutupan besar-besaran yang mengabaikan bagian penting dari kebenaran.
Januari tahun ini Jepang mengumumkan rencana kontroversialnya untuk membuang air limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh ke Samudera Pasifik akan mulai dilaksanakan pada musim semi atau musim panas.
Komunitas internasional telah menyatakan keprihatinan yang kuat dan menentang rencana tersebut.
Di dalam negeri, Jepang juga menghadapi banyaknya protes dari masyarakat. Greenpeace, mengatakan negara-negara G-7 lebih memilih politik daripada sains dan perlindungan lingkungan laut dengan mendukung rencana pembuangan pemerintah Jepang.
"Rencananya itu merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Hukum Laut PBB," pungkas Shaun Burnie.