TRIBUNNEWS.COM - Badan investigasi utama India menyita ponsel dan perangkat elektronik milik petugas kereta api yang bertugas saat kecelakaan maut antar tiga kereta api terjadi pekan lalu.
Setidaknya 288 orang tewas dalam kecelakaan tersebut.
Biro Investigasi Pusat (CBI), yang ditugaskan untuk menentukan apakah tuntutan pidana harus diajukan sehubungan dengan kecelakaan itu, menyita data dari stasiun kereta api terdekat ke lokasi kecelakaan, Bahanaga, pada hari kedua penyelidikan mereka.
Dilansir Independent, pencatat data yang diambil, dianggap sebagai “kotak hitam” perkeretaapian, yang memantau dan merekam semua aktivitas dan peristiwa dalam sistem persinyalan sebuah stasiun.
Para pejabat menghabiskan hampir satu jam di lokasi kecelakaan fatal pada hari Rabu (7/6/2023), di mana mereka memeriksa jalur utama, jalur loop dan ruang panel.
Mereka juga menanyai staf lapangan dan menyita ponsel dan perangkat elektronik dari manajer stasiun bersama lima orang lainnya yang bertugas di stasiun, kata seorang pejabat kereta api.
Baca juga: Disangka Tewas, Pria Ini Ditemukan Masih Hidup di Bawah Tumpukan Mayat Kecelakaan Kereta di India
Investigasi awal menemukan bahwa kecelakaan hari pada hari Jumat (2/6/2023) terjadi "karena perubahan dalam sistem interlocking elektronik", kegagalan sinyal yang membuat kereta penumpang Coromandel Express dialihkan dari jalur utamanya ke jalur di sebelahnya, sehingga menabrak kereta barang.
Tabrakan itu menyebabkan mesin dan empat atau lima gerbong pertama dari kereta Coromandel Express yang penuh sesak itu tergelincir keluar rel.
Kereta Coromandel Express juga menabrak dua gerbong terakhir kereta lain, kereta Yesvantpur-Howrah yang menuju ke arah berlawanan di jalur utama kedua.
Gunanidhi Mohanty, masinis kereta yang terluka dari Coromandel Express, dilaporkan mengaku telah menerima sinyal hijau untuk melanjutkan jalur loop.
Pejabat kereta api sebelumnya mengindikasikan bahwa kecelakaan itu disebabkan karena kemungkinan "sabotase" dan "gangguan yang disengaja" dari sistem persinyalan.
Sistem interlocking elektronik dinyatakan "fail-proof", yang harusnya sinyal di semua jalur harus berubah menjadi merah dan menghentikan pergerakan semua kereta jika ada kesalahan di jalur mana pun.
Baca juga: Penumpang Pesawat Air India Terlantar 2 Hari di Rusia, Tidur di Gedung Sekolah, Maskapai Minta Maaf
“Jadi, kecuali ada gangguan yang disengaja dalam sistem, tidak mungkin rute yang ditetapkan untuk jalur utama kereta dialihkan ke jalur melingkar,” kata seorang pejabat kepada Times of India.
Mamata Banerjee, ketua menteri dan pemimpin partai oposisi Kongres Trinamool, menuduh pemerintah Narendra Modi menggunakan CBI untuk "menekan" alasan sebenarnya di balik kecelakaan itu.
“Ini adalah kecelakaan kereta api terbesar abad ini," ujarnya.
"Untuk menekan kejadian tersebut, barang-barang sudah dibersihkan dan dibereskan dari tempatnya kemudian dikirim instansi pusat untuk menyelidiki kecelakaan tersebut."
“Untuk menekan kejadian yang sebenarnya, Anda telah mengirim CBI dari Delhi ke Balasore. Terdakwa di balik kecelakaan itu harus dihukum.”
Partai Kongres oposisi utama juga telah menulis surat kepada perdana menteri, mempertanyakan keputusan untuk melibatkan CBI.
“CBI dimaksudkan untuk menyelidiki kejahatan, bukan kecelakaan kereta api,” tulis presiden Kongres Mallikarjun Kharge dalam surat terbuka kepada Modi, menanyakan mengapa pemerintah mengabaikan “peringatan penting”.
Pada bulan Desember, Comptroller and Auditor General (CAG) India menjabarkan 24 faktor yang bertanggung jawab atas penggelinciran, salah satunya adalah persinyalan.
“CBI, atau lembaga penegak hukum lainnya, tidak dapat memperbaiki akuntabilitas atas kegagalan teknis, kelembagaan, dan politik,” tambah Kharge.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)