TRIBUNNEWS.COM - Tiga orang tewas dan 27 lainnya terluka dalam serangan drone Rusia di wilayah Odesa, Ukraina, pada Sabtu (10/6/2023) dini hari.
Puing-puing dari serangan menghantam bangunan perumahan bertingkat tinggi, menyebabkan kebakaran yang telah padam.
Gelombang ledakan juga merusak bangunan tempat tinggal di sekitarnya.
Layanan darurat mengatakan 27 orang, termasuk tiga anak, terluka.
Kobaran api dari bekas drone dengan cepat dipadamkan dan 12 orang diselamatkan dari gedung.
Pasukan Rusia menggunakan drone buatan Iran untuk menyerang wilayah itu, yang semuanya ditembak jatuh oleh pasukan Ukraina, menurut laporan.
Selengkapnya, berikut ini update perang Rusia-Ukraina Hari ke-472, dikutip dari The Guardian, Reuters, dan NDTV.
Baca juga: Vladimir Putin: Serangan Balasan Ukraina Dimulai, Gagal Tembus Pertahanan Rusia
Wagner Disebut Melakukan Tindakan Anarkis di Garis Depan
Kelompok Wagner dituduh memicu tindakan anarki di garis depan Rusia
Sebelumnya, seorang komandan militer Kremlin mengklaim tentara bayaran Yevgeny Prigozhin telah menculik dan menyiksa tentaranya selama pertempuran untuk Bakhmut.
Dalam video yang diposting online, Letnan Kolonel Roman Venevitin, juga menuduh tentara Wagner mencuri senjata.
Ia menuduh Wagner memaksa tentara yang dimobilisasi untuk menandatangani kontrak dengan Wagner dan mencoba memeras senjata dari kementerian pertahanan Rusia dengan imbalan pembebasan tentara yang diculik.
Rusia dan Ukraina Saling Klaim soal Serangan Balasan
Baca juga: AS Kritik Rusia yang Tembaki Tim SAR saat Evakuasi Korban Banjir di Kherson
Pihak Rusia dan Ukraina memiliki pendapatnya masing-masing soal serangan balasan Ukraina.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengklaim Ukraina telah memulai serangan balasan pada Jumat (9/6/2023), namun gagal membuat kemajuan.
Putin juga menyebut Ukraina menagalami kerugian yang signifikan dalam serangan balasan yang ia sebut gagal itu.
Sementara Ukraina belum menanggapi klaim Putin.
Sebelumnya, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengatakan pasukannya siap memulai serangan balasan namun merahasiakan tanggalnya.
Drone Hantam Gedung Apartemen di Voronezh
Tiga orang terluka akibat serangan drone di gedung apartemen di Voronezh, Rusia (perbatasan Rusia-Ukraina) pada Jumat (9/6/2023).
Beberapa media melaporkan, drone itu membawa bahan peledak dan dicegat oleh pertahanan udara Rusia sebelum jatuh.
Kremlin menuduh Ukraina melakukan serangan yang disengaja terhadap infrastruktur sipil itu.
“Rezim Kiev terus menyerang infrastruktur sipil [dan] bangunan tempat tinggal. Mereka terus bertindak, dan kami terus melawan aktivitas ini,” kata juru bicara kepresidenan Rusia Dmitry Peskov, dikutip dari RT.
PBB Evakuasi Korban Banjir di Kherson
PBB mengirim bantuan kemanusiaan dan mengevakuasi korban banjir dari wilayah Kherson.
Mereka telah menjangkau 30.000 orang di daerah banjir yang masih berada di bawah kendali Ukraina.
Pejabat tinggi bantuan PBB Martin Griffiths mengatakan dia bertemu dengan duta besar Rusia untuk PBB untuk akses ke wilayah yang dikuasai Rusia untuk membantu korban banjir.
AS Tuduh Rusia Terima Ratusan Drone Iran
Baca juga: AS Tuding Rusia Telah Menerima Ratusan Drone Militer Buatan Iran untuk Serang Ukraina
Amerika Serikat (AS) menuduh Rusia menerima ratusan drone dari Iran.
Drone serangan satu arah itu diklaim akan digunakan untuk menyerang Ukraina.
Gedung Putih mengatakan drone itu dibangun di Iran, dikirim melintasi Laut Kaspia dan kemudian digunakan oleh pasukan Rusia melawan Ukraina.
Rusia Kirim Senjata Nuklir ke Belarusia pada Juli 2023
Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan negaranya akan mulai mengirim senjata nuklir ke Belarusia pada 7-8 Juli 2023 setelah fasilitasnya siap.
Hal itu ia sampaikan kepada Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko dalam konferensi pers di Sochi, pada Jumat (9/6/2023).
"Jadi semuanya sesuai rencana, semuanya stabil," kata Putin.
Kedua Presiden itu sebelumnya telah menyetujui rencana untuk mengerahkan rudal nuklir jarak pendek berbasis darat Rusia di wilayah sekutu dekat Moskow, Belarusia.
Namun, penggunaan senjata nuklir itu akan tetap berada di bawah komando Rusia.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)