Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tuntutan di Pengadilan Tinggi Tokyo senilai 22 triliun yen, tertinggi dalam sejarah pengadilan di Jepang hari ini (24/7/2023) diajukan pemegang saham Tepco (pembangkit listrik Tokyo) kepada mantan top manajemen Tepco yang bertanggungjawab atas meledaknya PLTN Fukushuima 11 Maret 2011.
"Sidang kedua dimulai hari ini (24/11/2023) dengan pemegang saham TEPCO menuntut kompensasi kepada tim manajemen sebelumnya atas kerusakan besar yang disebabkan oleh kecelakaan di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi," ungkap sumber Tribunnews.com Senin (24/7/2023).
Persidangan pertama tahun lalu memerintahkan empat orang, termasuk mantan Chairman Tepco, untuk membayar total lebih dari 13 triliun sebagai kompensasi, yang dianggap sebagai jumlah tertinggi dalam persidangan domestik.
Tetapi pihak manajemen sebelumnya menegaskan membatalkan keputusan persidangan pertama dengan alasan tidak mungkin menghindari kecelakaan.
Pemegang saham TEPCO menuntut perusahaan kini menuntut agar membayar 22 triliun yen, jumlah tertinggi dalam sejarah peradilan di Jepang, sebagai kompensasi dari lima mantan eksekutif, mengklaim bahwa perusahaan mengalami kerugian besar akibat kecelakaan nuklir, termasuk pekerjaan penonaktifan dan kompensasi untuk pengungsi.
Juli 2022 pengadilan Tokyo membuka kasus tuntutan pertama yang menyatakan ada kesempatan baik sebenarnya bisa dilakukan sehingga situasi kondisi buruk tidak perlu terjadi seperti sekarang apabila kontrol manajemen dilakukan dengan benar dan baik.
Tuntutan pemegang saham Tepco tahun lalu kepada mantan Chairman Tepco, Tsunehisa Katsumata, mantan CEO Masataka Shimizu, mantan wakil CEO Ichiro Takekuro, dan mantan wakil CEO Sakae Muto, yang meminta mereka membatar ganti rugi 13 triliun 321 juta yen kepada para pemegang saham Tepco.
Tidak puas dengan putusan tersebut, mantan manajemen dan pemegang saham mengajukan banding, dan sidang kedua pengadilan dimulai hari ini (24/7/2023) di Pengadilan Tinggi Tokyo.
Dalam hal ini, mantan top manajemen mengatakan bahwa keandalan "evaluasi jangka panjang" yang diumumkan oleh Markas Besar Nasional untuk Riset Gempa Bumi pada tahun 2002 ternyata tidak cukup dapat diandalkan untuk memerlukan penanggulangan tsunami", dan menekankan bahwa serangan tsunami besar tidak dapat diprediksi.
Setelah itu, para mantan pimpinan Tepco menuntut agar putusan sidang pertama dibatalkan dan keputusan dicabut, dengan alasan tidak mungkin menghindari kecelakaan itu.
Di sisi lain, pemegang saham sekali lagi menegaskan bahwa "manajemen sebelumnya berhenti berpikir bahwa tsunami besar tidak akan datang."
"Mereka bertanggung jawab untuk menunda tindakan pencegahan untuk waktu yang lama sehingga mengakibatkan banyak kerugian pada akhirnya."
Sementara itu bagi para pecinta Jepang dapat bergabung gratis ke dalam whatsapp group Pecinta Jepang dengan mengirimkan email ke: info@sekolah.biz Subject: WAG Pecinta Jepang. Tuliskan Nama dan alamat serta nomor whatsappnya.