TRIBUNNEWS.COM - Ibu Negara Ukraina, Olena Zelenska memberikan respons mengenai kemungkinan apakah suaminya, Volodymyr Zelensky, akan mencalonkan diri lagi di pemilihan presiden 2024 mendatang.
Ketika diwawancara dalam program Face the Nation dari CBS News, Olena Zelenska berkata ia tidak selalu memberikan dukungan kepada aspirasi politik suaminya.
Namun, katanya, jika sang suami mencalonkan diri lagi untuk masa jabatan kedua, Zelenska tidak akan merasa segan seperti saat Zelensky pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden.
“Bahkan ketika dia mencalonkan diri untuk pertama kalinya, saya saat itu tidak sepenuhnya mendukungnya,” kata Zelenska kepada koresponden CBS Margaret Brennan.
“Tetapi jika dia mencalonkan diri lagi, untuk kedua kalinya, jika dia memutuskan hal itu perlu – ya, kami punya pengalaman, kami sudah pernah melaluinya.”
Tetapi ia juga tidak yakin apakah ada pemilihan presiden tahun depan, mengingat situasi perang saat ini.
Baca juga: Perang Melawan Rusia Berlarut-larut, Ibu Negara Ukraina Takut Dunia Tak Lagi Beri Perhatian
Mengutip Insider, masih belum diputuskan apakah Ukraina akan menggelar pemilihan presiden yang dijadwalkan dilaksanakan pada tahun 2024, atau menundanya karena situasi perang.
“Itu juga akan tergantung apakah masyarakat kita akan membutuhkannya sebagai presiden, jika dia merasa masyarakat Ukraina tidak lagi menginginkan dia menjadi presiden, dia mungkin tidak akan mencalonkan diri,” kata Zelenksa.
“Tetapi saya akan mendukungnya, apa pun keputusan yang diambilnya.”
Dengan hampir seperlima wilayah Ukraina diduduki oleh pasukan Rusia, jutaan orang yang mengungsi akibat perang, dan puluhan ribu warganya bertugas sebagai tentara, menggelar pemilu yang bebas dan adil “hampir tidak mungkin” dan “tidak disarankan,” menurut pejabat Ukraina dan pakar pemilu yang berbicara kepada Washington Post.
“Rusia mendorong hal ini melalui saluran rahasia mereka,” kata seorang pejabat Ukraina kepada Post.
Ia seraya menambahkan bahwa mengadakan pemilihan presiden pada tahun 2024 akan berisiko dan merugikan negara tersebut.
“Tidak ada situasi yang memungkinkan terselenggaranya pemilu demokratis selama perang.”
Baca juga: Ibu Negara Ukraina: Jika Rusia Menang Sekarang, Itu akan Jadi Skenario Terburuk bagi Umat Manusia
Dorongan untuk pemilihan umum Ukraina yang demokratis
Sementara itu, Rusia telah mengadakan "pemilihan palsu" dan melantik anggota partai berkuasa Rusia di wilayah pendudukan Ukraina.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyebut pemilu Rusia di Ukraina “tidak sah”.
Dewan Eropa menyebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.
Namun, beberapa pejabat AS, termasuk Senator Lindsey Graham, secara terbuka mendorong Ukraina untuk mengadakan pemilihan presiden sesuai jadwal yakni pada Maret 2024.
“Saya menyadari Parlemen Ukraina harus menyetujui hal ini, lingkungan keamanan untuk menyelenggarakan pemilu akan menjadi tantangan,” kata Graham dalam pernyataan yang dibuat pada akhir Agustus.
“Namun, saya tidak bisa memikirkan investasi yang lebih baik untuk stabilitas Eropa selain membantu Ukraina bertahan sebagai negara demokrasi yang independen, berpemerintahan sendiri, dan berbasis Hukum."
Baca juga: Kanada Puji Veteran Nazi Ukraina, Ketua DPR Minta Maaf setelah Dikritik Kaum Yahudi
"Saya akan mendorong semua sekutu Ukraina untuk membantu memberikan bantuan keuangan dan teknis kepada Ukraina untuk mendukung pemilu ini."
Sementara itu, seorang pejabat senior pemerintahan Joe Biden mengatakan kepada Post bahwa Gedung Putih tidak memaksa Ukraina untuk mengadakan pemilu.
Pernyataan ibu negara Ukraina tampaknya mengindikasikan bahwa Zelensky belum memutuskan apakah ia akan mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua.
Namun pada akhir bulan lalu, Zelensky mengatakan bahwa ia akan terbuka untuk mengumumkan dan mengadakan pemilu pada tahun 2024 jika sekutu negaranya menyediakan keamanan dan dukungan logistik, Reuters melaporkan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)